Minggu, 22 Februari 2009

GAMBARAN POS GIZI SEBAGAI MEKANISME

GAMBARAN POS GIZI SEBAGAI MEKANISME
MANAJEMEN GIZI BURUK BERBASIS MASYARAKAT
DI KELURAHAN CIPINANG MUARA JATINEGARA
JAKARTA TIMUR


Mia Fatma Ekasari, Santun Setiawati, Paula Krisanty, *

ABSTRACT
A description of pos gizi as a mechanism of malnutrition management which based on community in Cipinang Muara district, Jatinegara, East of Jakarta.

Pos gizi is a new program from Indonesian government in planning of national preventive actions and managing malnutrition in 2005 – 2009 (DepKes, 2005). Purpose of this research was accomplished a description of managing pos gizi as a mechanism of malnutrition maganement which based on community in Cipinang Muara district, Jatinegara, East of Jakarta, which used a qualitative approach. The informants in this research were mothers with malnutrition children under five years (balita) and involved with the pos gizi activities, meanwhile the key informants were chief of community health centre, health providers, volunteer health workers (kader), chief of local community (RW), and coordinator of pos gizi from one NGO, Wahana Visi. Collecting data used the in-depth interview technique, FGD, and observation. The result of this research showed that the reasons why balita suffered malnutrition such as mothers were lazy to give meals and lack of knowledge of high nutrition foods. The process of built a pos gizi were pointing out the area, community’s mobilization, training of community’s speakers, preparing and doing investigations, creating and managing the pos gizi activities, improving the new behavior by visiting the houses, reviewing the pos gizi activities as needed, and spreading out pos gizi programs to the community. The pos gizi activities divided into two phase: 1) managing the pos gizi in ten days, and 2) visiting the houses (2-3 days after pos gizi). The mothers’ perception to the pos gizi activities was an activity to improve the balita’s weight. The involvements of the community in the pos gizi activities were high. The results which can achieved in the pos gizi activities were improving balita’s weight and mothers’ knowledge, changing in mothers’ behavior to cook and give meals to their children, children would like to eat fish and vegetables, finishing their meals and been interacted with others. The supporting factor was the high of community participation. The obstacle factor was the amount of health providers, lack of pos gizi’s kader, no special funds for managing a pos gizi, and lack of knowledge of the advantages of pos gizi by the families.

Key notes: pos gizi, management of malnutrition, Cipinang Muara, community base




PENDAHULUAN
Gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi di dunia. Sekitar 800 juta orang dewasa dan anak-anak mengalami gizi buruk dan kebanyakan gizi buruk terjadi di negara berkembang (ACC/SCN, 1992). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang juga memiliki masalah dengan gizi kurang. Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2005, dari 241.973.879 penduduk Indonesia sebanyak enam persen atau sekitar 14.500.000 orang menderita gizi buruk dan sebagian besar penderita gizi buruk tersebut berusia di bawah lima tahun (balita). Tingginya angka gizi buruk di negara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor. Kurangnya dan tidak tersedianya makanan ataupun terjadinya infeksi yang berulang pada individu, misalnya diare, campak ataupun kecacingan merupakan penyebab tingginya gizi buruk di negara berkembang (Wahlqvist, 1997). Asuhan ibu yang buruk, kelangkaan makanan, dan kondisi keluarga yang tidak mengetahui tentang gizi merupakan penyebab gizi buruk pada balita (Sacharin,R, 1996).

Sejak tahun 1998, berbagai upaya penanggulangan balita gizi buruk mulai ditingkatkan dengan penjaringan kasus, rujukan, dan perawatan gratis di Puskesmas maupun Rumah Sakit, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) serta upaya-upaya lain yang bersifat rescue. Bantuan pangan seperti beras gakin diberikan kepada keluarga miskin oleh sektor lain untuk menghindari masyarakat dari ancaman kelaparan. Namun, semua upaya tersebut nampaknya belum juga dapat mengatasi masalah dan meningkatkan kembali status gizi masyarakat, khususnya pada balita. Balita gizi buruk dan gizi kurang yang mendapat bantuan dapat disembuhkan, tetapi kasus-kasus baru yang muncul terkadang malah lebih banyak, sehingga terkesan penanggulangan yang dilakukan tidak banyak artinya, sebab angka balita gizi buruk belum dapat ditekan secara bermakna (Dinkes Purworejo, 2005)

Untuk menindaklanjuti upaya penanggulangan gizi buruk, pemerintah mencanangkan tujuh pokok kegiatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan gizi buruk tahun 2005-2009. Pokok-pokok kegiatan tersebut adalah revitalisasi Posyandu, revitalisasi Puskesmas, intervensi gizi dan kesehatan, promosi keluarga sadar gizi, pemberdayaan keluarga, advokasi dan pendampingan, serta revitalisasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi. Salah satu bentuk kegiatan pemulihan gizi pada masyarakat khususnya balita dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat adalah pos gizi (DepKes, 2005).

Pos Gizi ( Pos pemulihan Gizi berbasis masyarakat) adalah salah satu upaya pemberdayaan keluarga untuk menanggulangi masalah gizi pada masyarakat yang berbasis masyarakat dimana dalam pelaksanaannya dari, oleh dan untuk masyarakat(Dep.Kes, 2005). Pos gizi merupakan suatu bentuk kegiatan pemberdayaan keluarga yang bertujuan meningkatkan kemampuan keluarga untuk mengetahui potensi ekonomi keluarga dan mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga. Target yang ingin dicapai pemerintah pada tahun 2009 yaitu terbentuknya 70.000 Pos Gizi di seluruh Indonesia.
Sulitnya mendapatkan informasi dan kurangnya petunjuk/pedoman yang berkaitan dengan proses pembentukan dan pelaksanaan Pos gizi menyebabkan sulitnya pelaksanaan pos gizi. Gambaran pelaksanaan Pos Gizi belum disusun sebagai suatu pedoman, sehingga petugas Puskesmas lainnya ataupun masyarakat mengalami kesulitan untuk membentuk dan menyelenggarakan Pos Gizi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya gambaran Pos Gizi sebagai mekanisme manajemen gizi buruk yang berbasis masyarakat di Kelurahan Cipinang Cempedak Jatinegara Jakarta Timur.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Semula, Penelitian ini akan dilaksanakan di RW 04 Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur, tetapi karena di wilayah tersebut Pos Gizi sudah tidak berjalan lagi, kami melaksanakan penelitian di wilayah RW 13 Cipinang Muara Jatinegara Jakarta Timur sesuai masukan dan saran dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara dan LSM Wahana Visi. Pos Gizi di wilayah RW 13 Cipinang Muara merupakan salah satu dari dua Pos Gizi yang menjadi model atau percontohan yang selama ini dibina oleh LSM Wahana Visi. Penelitian ini dilaksanakan dari April sampai September 2007

Sampel dan Sumber Informasi
Informan dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak balita dengan gizi buruk yang mengikuti kegiatan pos gizi. Informan kunci adalah kepala puskesmas, petugas kesehatan, kader pos gizi, ketua RW, dan koordinator pos gizi dari LSM Wahana Visi. Koordinator pelaksana pos gizi dari LSM Wahana Visi juga dijadikan sebagai informan kunci oleh peneliti karena program pos gizi yang selama ini dilaksanakan oleh masyarakat dibawah binaan Puskesmas dan LSM Wahana Visi.

Jumlah Informan
Diskusi kelompok terarah (FGD) dilakukan pada seluruh ibu yang mengikuti program pos gizi yaitu empat orang. Rencananya FGD ini akan dilakukan kepada 10 orang ibu yang mengikuti Pos Gizi dalam satu periode, tetapi karena pada periode tersebut yang mengikuti Pos Gizi hanya empat orang ibu balita dengan Gizi kurang, maka FGD ini hanya dilakukan kepada empat orang ibu .

Wawancara mendalam dilakukan pada kepala puskesmas dan dua petugas kesehatan Kepala Puskesmas yang menjadi informan kunci adalah kepala Puskesmas Kelurahan Cipinang Muara, sedangkan petugas kesehatan yang direncanakan tiga orang, dalam pelaksanaannya hanya dilakukan kepada dua orang petugas kesehatan yang langsung bertugas di bagian gizi. Satu orang dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara dan satu orang lagi dari Puskesmas Kelurahan Cipinang Muara. Wawancara mendalam juga dilakukan pada ketua RW dan 2 kader pos gizi yang selama penelitian ini dilakukan, tampak aktif dalam kegiatan pos gizi. Wawancara mendalam juga dilakukan pada koordinator pelaksana program pos gizi dari LSM Wahana Visi yang selama ini membina Pos Gizi di wilayah Jakarta Timur. Observasi kegiatan dilakukan pada saat pelaksanaan Pos Gizi, yaitu tanggal 6 s.d 16 Agustus 2007, dan tanggal 22 Agustus 2007.

Metode Pengumpulan Data
Untuk menghindari terjadi bias dalam penelitian ini maka pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam , FGD, dan observasi.

Data yang dikumpulkan meliputi: Data primer yang terdiri dari: Faktor ,penyebab terjadinya kurang gizi di RW 13 Cipinang Muara, Proses pelaksanaan pos gizi, Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pos gizi , Persepsi ibu yang memiliki anak gizi buruk dan terlibat dalam kegiatan pos gizi terhadap pos gizi, Peran serta masyarakat dan tenaga kesehatan dalam kegiatan pos Gizi, Hasil yang dicapai kegiatan pos Gizi, serta Faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan pos gizi Data sekunder meliputi: Data jumlah balita yang menderita gizi buruk, tenaga kesehatan yang terlibat dalam kegiatan pos gizi, dan kader di RW 13 Kel. Cipinang Muara tidak didapat dari catatan yang ada di Puskesmas Cipinang Muara ataupun dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara, tetapi peneliti dapatkan secara langsung pada saat wawancara kepada kader, ketua RW 13 Cipinang Muara, dan koordinator pelaksana pos gizi dari LSM wahana Visi. Menurut petugas kesehatan data tentang jumlah balita yang menderita gizi buruk tidak dapat dipublikasikan kepada umum.



Pengolahan dan Analisis Data

Di lapangan dilakukan triangulasi data dan sumber untuk mengetahui kebenaran dan mencocokkan informasi yang diperoleh. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Triangulasi dilakukan dengan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya dengan tujuan mengecek kembali derajat kepercayaan data (validasi). Pemanfaatan pengamat lainnya bertujuan untuk mengetahui kesesuaian data dengan kenyataan di lapangan. Triangulasi sumber yaitu membandingkan, mencocokkan, dan mengecek derajat kepercayaan infromasi yang diperoleh dengan cara membandingkan hasil wawancara informan kunci dan informan (Hungler & Polit, 1999). Selanjutnya data tersebut disusun sebelum dilakukan analisis isi sedangkan data sekunder digunakan sebagai informasi tambahan untuk mendukung data primer.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Informan
Informan adalah ibu yang memiliki balita gizi buruk. Jumlah informan adalah empat orang. Semua informan adalah perempuan yang berusia antara 25-30 tahun. Semua informan tinggal di wilayah RW 13 Cipinang Muara Jatinegara Jakarta Timur lebih dari lima tahun. Penghasilan rata-rata keluarga semua informan Rp 10.000,-/hari dengan mata pencarian sebagai buruh. Sebagian kecil informan bekerja sebagai kuli cuci. Semua informan menikah dan pernikahan yang pertama kali. Sebagian besar informan memiliki dua anak, dan anak keduanyalah yang menderita gizi buruk dan mengikuti kegiatan pos gizi. Hampir semua informan memiliki pendidikan tamat SMP.

Karakteristik Informan Kunci
Semua informan kunci adalah wanita yang berusia antara 45–57 tahun. Sebagian besar informan kunci memiliki pendidikan minimal D-III kesehatan. Hampir semua informan kunci pernah mengikuti pelatihan tentang pelaksanaan pos gizi. Sebagian besar informan kunci pernah terlibat langsung dalam kegiatan pos gizi. Sebagian besar informan kunci adalah petugas kesehatan yang membina wilayah RW 13 Cipinang Muara. Sebagian besar informan kunci adalah masyarakat yang tinggal di wilayah RW 13.

Karakteristik balita yang menderita gizi buruk yang mengikuti Pos gizi.
Jumlah balita di wilayah RW 13 Cipinang Muara + 300 balita (Wahana Visi, 2007). Jumlah Balita yang menderita gizi buruk di wilayah RW 13 Cipinang Muara + 10 orang (Kader RW 13 Cipinang Muara, 2007)). Semua balita yang mengikuti pos gizi berusia < 2 tahun. Sebagian kecil balita bukan anak kedua. Sebagian balita berat badannya di bawah garis kuning dan sebagian lagi di bawah garis merah. Hampir semua balita tampak lesu, kurang tertarik pada mainan dan tampak pendiam atau bingung.


Penyebab Tingginya Gizi Buruk
Hampir semua informan mengatakan anaknya mengalami gizi buruk karena perilaku anak itu sendiri, antara lain karena anak tidak mau makan, susah walau sudah disuapin, suka dilepehkan makanan yang dimasukkan mulutnya, dan anak suka jajan ciki ataupun es.

Anaknya susah banget kalau di suruh makan, padahal sudah disuapin, tapi dia juga tidak mau ( Ibu S, 30 tahun)

Akbar senangnya jajan, kalau tidak di kasih jajan nangis terus..., dia sukanya ciki dan es, tapi kalau disuapin makan susah banget ( Ibu A, 28 tahun)

Hal ini berbeda dengan pendapat informan kunci. Semua informan kunci mengatakan bahwa penyebab gizi buruk pada balita karena perilaku ibunya sendiri, antara lain ibu malas nyuapin anaknya dan ibu tidak tahu makanan yang bergizi untuk anaknya.

Ibunya tidak tahu makanan yang baik dan bergizi untuk anaknya, biasanya anak-anak tidak penah dikasih sayur dengan alasan tidak suka dan cukup nasi, kecap dan lauk ( Ibu I,PKM Kec. Jatinegara)

Ibunya malas nyuapin anaknya, kalau sudah tidak mau makan, tidak dibujuk lagi ataupun dicari penyebabnya (Ibu N, PKM Kel.Cipinang Muara)
Pendapat informan kunci ini sesuai dengan pendapat Ngastiyah (1997) bahwa penyebab gizi buruk pada anak adalah kurangnya pengetahuan tentang makanan sehat. Penyebab kekurangan gizi pada anak di dalam rumah tangga terutama adalah perilaku atau kebiasaan ibu yang tidak baik dalam memenuhi kebutuhan gizi anak ( Positive Deviance, 2003).

Proses Pelaksanaan Pos Gizi
Hampir semua informan kunci mengatakan bahwa proses pelaksanaan pos gizi ada beberapa langkah yang meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada tahap persiapan dilakukan kegiatan pelatihan kepada petugas kesehatan, melakukan koordinasi dengan pemerintahan dan masyarakat setempat, menentukan wilayah yang akan dibentuk pos gizi (wilayah yang dipilih adalah wilayah yang memiliki balita gizi buruk min 30% dari seluruh balita yang ada di wilayah tersebut), melakukan FGD dan wawancara kepada keluarga yang memiliki penyimpangan positif ( keluarga yang dipilih adalah keluarga yang berasal dari keluarga kurang mampu yang memiliki anak balita sehat atau BB pada KMS digaris hijau yang usianya > 8 bulan, bukan anak pertama, tidak lahir dengan BBLR, serta kakak dari balita tersebut juga sehat), pelatihan kader, sosialisasi kepada ibu balita gizi buruk, dan merancang kegiatan pos gizi. Tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan kegiatan pos gizi. Sebagai tahap akhir adalah mengulangi kegiatan pos gizi sesuai kebutuhan.

”Pos gizi dibentuk atas arahan dan bimbingan dari LSM Wahana Visi. Sebelumnya para kader dilatih, termasuk petugas kesehatan dari Puskesmas. Lalu bersama kader, Lurah, RW, RT dan tokoh masyarakat dikumpulkan dana dan bahan makanan yang diperlukan untuk pelaksanaan Pos gizi. RT juga membantu untuk mengumpulkan orang-orang atau keluarga yang memiliki balita yang berat badannya di KMS pada garis kuning ataupun BGM. Masyarakat yang langsung memilih ketua Pos Giz ” (Ibu N, PKM Kel.Cipinang Muara)

“ Selama ini pos gizi juga dikenalkan oleh LSM Wahana Visi. Kita petugas kesehatan pada dilatih dulu, terus dilanjutkan pelatihan kader-kadernya ” ( Ibu I,PKM Kec. Jatinegara)

Jenis kegiatan pos gizi
Semua informan mengatakan pos gizi dilaksanakan selama 10 hari. Mulai dari jam 09.00 sampai jam 11.00 WIB. Tempat pelaksanaan kegiatan di kantor RW. Anak-anak ditimbang pada hari pertama kali datang dan hari terakhir pelaksanaan pos gizi. Setiap kali datang, ibu diminta mengisi absen dengan menggunakan gambar- gambar yang ditempel di karton. Biasanya gambar dan warna dipilih yang disukai anak-anak. Setelah itu anak distimulus dengan aneka macam mainan, sementara sebagian ibu menjaga balita dan sebagian lagi memasak. Bahan makanan yang dimasak adalah bahan makanan yang dibawa oleh ibu balita yang mengikuti pos gizi. Makanan yang dimasak pertamakali adalah makanan cemilan, setelah itu makanan pokok yang terdiri dari nasi, sayur, dan lauk. Makanan cemilan seperti tahu atau tempe goreng diberikan saat anak sedang bermain sambil menunggu makanan matang. Sebelum makan anak-anak cuci tangan dengan menggunakan sabun di air yang mengalir sambil bernyanyi . Kalau makanan matang, ibu diminta menyuapin anaknya secara aktif. Contoh menu makanan yang diberikan 1) nasi, sayur bening, lele goreng, buah pepaya, 2) nasi, sayur sop, telur dadar, pisang, 3) nasi, sayur lodeh, ikan goreng, pisang. Sebelum dan sesudah makan anak-anak diajari untuk berdoa. Sambil menyuapi anaknya, kader memberikan pesan kesehatan kepada ibu balita. Pesan kesehatan yang diberikan antara lain piramida makanan, jajanan sehat, KMS, cacingan, imunisasi dan ASI ekslusif. Pesan kesehatan tersebut diberikan secara bergantian setiap hari. Setelah selesai menyuapi anaknya dan mendengarkan pesan kesehatan, ibu balita bersama-sama membagi tugas untuk pelaksanaan kegiatan pos gizi besok hari. Tugas tersebut antara lain pembagian tugas memasak, menjaga anak, serta pembagian bahan makanan yang harus dibawa besok hari untuk di masak pada kegiatan pos gizi.

Dua hari setelah kegiatan pos gizi, kader melakukan kunjungan rumah kepada ibu balita peserta pos gizi. Kegiatan kunjungan rumah dilakukan untuk melihat perilaku ibu dalam memberikan makanan, baik menu, pengolahan, cara pemberian makan, jumlah makanan yang dimakan serta frekuensi pemberian makan pada anak. Pada kegiatan kunjungan kader juga menanyakan kondisi kesehatan anak dan permasalahan yang dihadapi ibu dalam pemberian makan pada anak. Kader juga memberikan nasehat/pesan kesehatan sesuai dengan permasalahan. Kunjungan rumah dapat dilakukan pada waktu-waktu makan balita baik pagi, siang atau sore hari. Kunjungan rumah dilakukan dua kali selama satu minggu untuk setiap balita.

Dalam pelaksanaan Posyandu pada bulan berikutnya kader mengevaluasi kembali hasil pelaksanaan pos gizi kepada balita yang telah mengikuti pos gizi dengan melihat berat badan balita pada KMS saat penimbangan di Posyandu. Jika berat badan balita mengalami kenaikan, maka balita tersebut dianggap lulus dalam mengkuti pos gizi, jika tidak balita dan ibu diberi kesempatan untuk mengulang satu kali.

Hal ini sesuai dengan proses pelaksanaan pos gizi yang dikemukakan oleh Wahana Visi (2007) bahwa kegiatan pos gizi ada dua tahap yaitu 1) pelaksanaan pos gizi selama 10 hari yang meliputi konstribusi makanan, penimbangan berat badan hari 1 dan hari 10, memasak, permainan, mencuci tangan dengan sabun, pemberian cemilan, pesan kesehatan, menyuapi secara aktif , dan pembagian tugas untuk esok hari, 2) kunjungan rumah (2-3 hari setelah pos gizi) dilakukan kepada seluruh peserta pos gizi sebanyak 2 X kunjungan. Kunjungan rumah merupakan salah satu evaluasi hasil pelaksanaan pos gizi, yaitu kader dapat melihat langsung apakah ada perubahan perilaku ibu dalam memberikan makan anak setelah mengikuti pos gizi.

Semua kegiatan di pos gizi ini dilakukan langsung oleh kader dan ibu balita dimana tempat kegiatan dan bahan-bahan makanan yang akan dimasak juga dipersiapkan sendiri oleh ibu balita secara bersama-sama. Inilah yang menggambarkan bahwa pos gizi dilaksanakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang memberdayakan keluarga secara langsung sesuai dengan gambaran pos gizi yang dikemukakan oleh DepKes (2005).

Persepsi ibu terhadap pos gizi
Semua informan mengatakan bahwa pos gizi bertujuan untuk meningkatkan berat badan balita yang menderita gizi buruk.

“Pos Gizi tempat untuk membantu anak agar naik berat badannya” ( Ibu A, 28 tahun)

“Pos Gizi itu kegiatan yang tujuannya supaya anak-anak yang berat badannya kurang jadi pada naik. Anak-anak yang susah makannya dilatih supaya mau makan” ( Ibu S, 30 tahun)

Peran serta masyarakat dan tenaga kesehatan
Semua informan mengatakan bahwa peran serta masyarakat sangat tinggi dalam mendukung kegiatan pos gizi. Pelaksanaan pos gizi juga didukung oleh LSM Wahana Visi dan pihak puskesmas.

“ Kami saling mendorong dan bekerjasama dalam kegiatan ini. Saya minta agar tiap RT melaporkan jika di wilayah RT nya ada balita yang BB nya kurang, selanjutnya RT mendorong keluarga untuk membawa balita tersebut ke Pos Gizi. Kader juga sudah ada di tiap RT. Bahan makanan kami dapat bantuan dari Puskesmas dan juga LSM Wahana Visi (Ibu L, 57 tahun)

”Saya datang saat seleksi balita yang akan ikut Pos Gizi. Saya membantu memeriksa kesehatan balita, menimbang dan mengukur tinggi badan bersama kader dan juga petugas dari LSM Wahana Visi. Puskesmas sendiri memberikan bantuan sebesarRp 200.000,- tapi tidak dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk beras, susu, ataupun kacang hijau. Dana itu disisihkan dari dana JPKM yang ada di Puskesmas.” (Ibu N, PKM Kelurahan Cipinang Muara)

”Untuk mainan, buku-buku, alat tulis, lemari, timbangan, format-format, susu, biskuit, kami dapat dari LSM Wahana Visi. Dari Puskesmas kami juga dapat bantuan beras, susu. Yang lainnya kami dapat dari hasil bantuan warga aja. Kami juga punya uang kencleng yang kami dapat saat kegiatan Posyandu. Jumlahnya tidak banyak tapi cukup” (Ibu R, 56 tahun)

Hasil kegiatan yang dicapai
Semua informan mengatakan bahwa berat badan balitanya mengami kenaikan setelah mengikuti pos gizi antara 100-400 gram. Semua informan mengatakan anaknya jadi mau makan sayur dan ikan, serta kalau makan selalu habis. Semua informan mengatakan setelah mengikuti pos gizi mereka jadi lebih tahu tentang mengolah dan memberikan makanan yang baik dan bergizi untuk anaknya. Sebagian besar informan mengatakan setelah mengikuti pos gizi anaknya jadi lebih berani bermain dengan yang lain, tidak pendiam lagi.

”Aprilia jadi mau makan sayur, ikan dan makannya habis. Pas hari ke 10 kemarin BB nya juga naik 1ons, jadi 7 Kg” (Ibu Ap,26 Th)

” Di Pos Gizi saya diajarin cara memilih bahan makanan, disuruh nyuapin anak sampai makanannya habis. Anak-anak juga dikasih cemilan , diajak bemrain. Jadinya Atikah tidak pemalu lagi. Mau main dengan teman-temannya. ”. (Ibu At,26Th)

Faktor-faktor pendukung dan penghambat
Semua informan mengatakan partisipasi masyarakatnya sangat tinggi dan kerjasamanya sangat baik. Semua informan mengatakan pos gizi mendapat bantuan dari Puskesmas dan juga dari LSM Wahana Visi.

”Teman-teman yang jadi kader mau kerjasama. Ibu RW juga terus-terusan mendorong kami. Walau kami tidak digaji, tapi senang. Dari LSM Wahana Visi, kami dikasih kacang hijau, susu, dan biskuit. ” ( Ibu R,56 tahun)

“Di RW 13 masyarakatnya cukup baik. Semuanya aktif, mulai dari RW,RT, kadernya, dan semua warganya. Mereka mau saling Bantu. Dananya juga dari masyarakat sendiri, tempat pelaksanaannya di kantor RW.” (Ibu N, PKM Kelurahan Cipinang Muara)

Semua informan mengatakan bahwa petugas puskesmas hanya datang pada seleksi awal dan saat penimbangan di Posyandu. Semua informan mengatakan tidak ada dana khusus dalam pelaksanaan pos gizi yang mereka dapat dari pemerintah. Semua informan mengatakan sampai saat ini jumlah kader yang mengikuti pos gizi masih sedikit. Sebagian besar informan mengatakan bahwa salah satu penghambatnya adalah ibu malu membawa balitanya ke pos gizi. Sebagian besar informan menatakan tidak ke pos gizi karena tidak ada yang menemani anaknya yang lain di rumah.

“Paling-paling hanya karena ibu atau keluarganya malu kalau anaknya ikut Pos Gizi. Tetapi ada juga yang tidak mau karena alasan yang ada yang nganter ke Pos Gizi, dirumah tidak ada orang.. ” ( Ibu R,56 tahun)

” Saya juga baru terlibat di pos gizi ini, hanya empat orang kader yang pernah ikut pelatihan.” (Ibu E,49 tahun)

”Penghambatnya karena kami tidak punya dana khusus untuk pelaksanaan Pos Gizi. Selain itu tenaganya tidak ada yang bisa terjun langsung setiap hari dalam pelaksanaan Pos Gizi. Ibu-ibunya banyak yang malu kalau anaknya dikatakan gizi kurang, jadi mereka susah untuk diajak ikut kegiatan Pos Gizi” (Ibu N, PKM Kelurahan Cipinang Muara)

KESIMPULAN
1. Penyebab balita menderita gizi buruk di wilayah RW 13 Cipinang Muara adalah karena perilaku ibunya sendiri, antara lain ibu malas nyuapin anaknya dan ibu tidak tahu makanan yang bergizi untuk anaknya.
2. Proses pembetukan pos gizi yaitu menentukan wilayah yang akan dibentuk pos gizi, memobilisasi masyarakat serta melatih nara sumber masyarakat, mempersiapkan penyelidikan, melakukan penyelidikan, merancang kegiatan pos gizi, melaksanakan kegiatan pos gizi bagi anak-anak yang mengalami kekurangan gizi serta pengasuh mereka, mendukung perilaku baru melalui kunjungan rumah, mengulangi kegiatan pos gizi sesuai kebutuhan, dan memperluas program PD dan pos gizi pada masyarakat
3. Kegiatan pos gizi ada dua tahap yaitu 1) pelaksanaan pos gizi selama 10 hari yang meliputi konstribusi makanan, penimbangan berat badan hari 1 dan hari 10, memasak, permainan, mencuci tangan dengan sabun, pemberian cemilan, pesan kesehatan, menyuapi secara aktif , dan pembagian tugas untuk esok hari, 2) kunjungan rumah (2-3 hari setelah pos gizi) dilakukan kepada seluruh peserta pos gizi sebanyak 2 X kunjungan. Kunjungan rumah merupakan salah satu evaluasi hasil pelaksanaan pos gizi, yaitu kader dapat melihat langsung apakah ada perubahan perilaku ibu dalam memberikan makan anak setelah mengikuti pos gizi.
4. Persepsi ibu terhadap kegiatan pos gizi bahwa pos gizi adalah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan berat badan balita yang menderita gizi buruk.
5. Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pos gizi sangat tinggi antara lain memotivasi keluarga yang memiliki balita gizi buruk agar mau mengikuti pos gizi, membantu menyiapkan bahan makanan yang akan di masak secara bersama-sama, menyiapkan tempat dan alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan pos gizi.
6. Hasil-hasil kegiatan yang dapat dicapai dalam kegiatan pos gizi adalah BB balita mangalami kenaikan, tingkat pengetahuan ibu meningkat terutama mengenai kesehatan pada balita, perilaku ibu berubah menjadi lebih baik dan kreatif dalam mengolah makanan dan memberi makan yang bergizi pada anak, anak jadi mau makan sayur dan ikan , anak selalu menghabiskan makanannya setiap kali makan dan anak mau berinteraksi dengan yang lainnya.
7. Faktor pendukung dalam pelaksanaan pos gizi adalah partisipasi masyarakat yang sangat tinggi selain adanya bantuan dari puskesmas dan LSM Wahana Visi. Faktor penghambatnya adalah jumlah tenaga kesehatan sedikit, jumlah kader pos gizi sedikit, tidak ada dana khusus untuk pelaksanaan pos gizi dari puskesmas ataupun kelurahan, keluarga masih ada yang belum memahami tentang manfaat pos gizi.


SARAN
Bagi Pimpinan Puskesmas Cipinang Muara
1. Puskesmas diharapkan mau memberikan informasi yang jelas dan terbuka mengenai jumlah balita yang menderita gizi buruk di wilayahnya, sehingga memudahkan pihak lain untuk dapat membantu mengatasi permasalahan gizi buruk pada balita tersebut.
2. Gambaran pelaksanaan pos gizi yang telah dilakukan oleh RW 13 Cipinang Muara dapat dijadikan sebagai suatu pedoman dalam melaksanakan pos gizi di wilayah binaan puskesmas lainnya. Hal ini dikarenakan hasil pelaksanaan pos gizi bukan hanya meningkatkan berat badan balita, tetapi juga merubah perilaku ibu serta meningkatkan pengetahuan ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi balitanya.
3. Pos gizi yang telah dilakukan agar dapat terus dilaksanakan dengan pembinaan langsung oleh pihak Puskesmas, dimana keterlibatan Puskesmas lebih ditingkatkan lagi, tidak hanya dalam proses seleksi awal dan pada akhir pelaksanaan, tetapi perlu juga pemantauan dan pembinaan langsung pada saat kegiatan pos gizi dilaksanakan.
4. Puskesmas perlu memperluas jejaring kerja dan mitra pelaksanaan program lebih luas lagi terutama dalam upaya mengatasi gizi buruk balita, khususnya pada pelaksanaan pos gizi. Hal ini dilakukan karena masalah gizi buruk bukan masalah yang mudah untuk diatasi, perlu keterlibatan banyak pihak dalam menyelesaikannya.
5. Mengingat peran serta masyarakat yang diperlukan dalam pelaksanaan pos gizi ini sangat tinggi, maka Puskesmas harus lebih memperluas informasi tentang pelaksanaan pos gizi ini kepada masyarakat misalnya melalui program pelatihan kader pos gizi secara berkala dan terus menerus.

Bagi perawat
Perawat Puskesmas diharapkan mau berperan serta aktif dalam upaya mengatasi gizi buruk pada balita di keluarga dengan selalu mengembangkan potensi yang ada di dalam keluarga sehingga keluarga mampu mengatasi masalah kesehatannya secara mandiri.

Bagi peneliti lain
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efektifitas pelaksanaan pos gizi dibandingkan dengan pemberian makanan tambahan yang dilakukan di Posyandu dalam mengatasi masalah gizi buruk pada balita.

DAFTAR PUSTAKA


ACC/SCN (1992), Highlights of the World Nutrition, SCN News 8: 1-3

Dep.Kes. RI.(2005). Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi
Buruk 2005-2009. Jakarta : Dep.Kes RI

Hungler, B.P. & Poltit, D.E. (1999). Nursing research: principles and methods.
(Sixth Edition). Philadelphia: J.B. Lippincott Company.

Kompas (2006), 14 juta lebih penduduk Indonesia menderita gizi buruk www.kompas.com.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Oxfam News (2005), Food Crisis In Timor Leste. www.oxfam.org.au

Penanggulangan gizi buruk (2005). www.dinkespurworejo.go.id

Positive Deviance (2003) www.positive deviance.org

Poskota (2006). Di Jakarta Ribuan Balita menderita gizi buruk. www.poskota.co.id

Sacharin R. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC

Sudinkesmas Jakarta Timur,(2005). Laporan tahunan program perbaikan gizi
masyarakat Puskesmas Kecamatan Jatinegara tahun 2005. Tidak dipublikasikan.

Wahlqvist (1997), Food and Nutrition Australia, Asia and the Pacific, St. Leonard, Allen & Unwin

Wong DL (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta:EGC








Penerapan Sistem Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi

Penerapan Sistem Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi
dan Komunikasi dalam mewujudkan SDM Profesional


Oleh : Ns. Mia Fatma Ekasari,S.Kep


PENDAHULUAN
Pendidikan tinggi kesehatan di masa depan adalah sistem pendidikan tinggi kesehatan Indonesia yang memiliki kemampuan: 1) Menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat dan pembangunan kesehatan, 2) Berbicara pada berbagai forum nasional, regional, dan global, serta 3) Berperan aktif dalam upaya pembangunan bangsa khususnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa (Ma’rifin Husin, 2001).

Gambaran pendidikan tinggi kesehatan di masa depan tersebut menjadi tujuan Pendidikan Tingggi Politeknik Kesehatan Depkes Jakarta III yang tertuang dalam misi Poltekkes yaitu: 1) Menghasilkan tenaga ahli madya kesehatan sebagai tenaga profesional pemula yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, berwawasan kesejagadan serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , 2) Menghasilkan ilmu dan teknologi baru di bidang kesehatan melalui penelitian yang berkesinambungan, 3) Menyebar luaskan hasil penelitian untuk dimanfaatkan oleh masyarakat guna meningkatkan mutu kehidupan masyarakat, dan 4) Mengembangkan model teknologi pendidikan tenaga kesehatan.

Mencermati misi di atas, Poltekkes Depkes Jakarta III mempunyai tanggung jawab mengelola penyelenggaraan pendidikan sesuai kaidah-kaidah profesi dan pendidikan tinggi sehingga dapat menghasilkan lulusan yang profesional dan mampu bersaing pada era pasar bebas dalam jasa pelayanan kesehatan., salah satunya dengan mengembangkan metode pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology) telah menyentuh segala aspek termasuk dunia pendidikan. Proses belajar mengajar yang tadinya menggunakan tatap muka dalam kelas diperluas jangkauannya dengan menggunakan Information and Communication Technology (ICT) system e-learning. Pembelajaran dengan menggunakan sistem e-learning akan membuat proses belajar mengajar bisa dilakukan secara asynchronous. Mahasiswa bisa belajar tanpa harus berada dalam ruang dan waktu yang sama. Mahasiswa juga bisa belajar dengan tahapan dan cakupan yang diinginkan. Fasilitas komunikasi dan interaksi dalam sistem e-learning juga akan membuat interaksi dosen dan mahasiswa tidak hanya terbatas pada ruangan kelas saja tapi bisa diperluas dengan komunikasi secara elektronik. Metode pembelajaran dengan menggunakan sistem e-learning inilah yang sedang dikembangkan di Indonesia, baik di pendidikan tinggi maupun di sekolah-sekolah menengah atas ataupun kejuruan. Hal ini terlihat pada saat pelaksanaan pameran Information and Communication Technology (ICT) di JHCC yang pertama kali di Indonesia pada tanggal 3-5 Mei 2007 yang lalu.

Bedasarkan uraian di atas, penulis mencoba menggambarkan proses pembelajaran dengan menggunakan sistem e-learning yang telah dikembangkan di salah satu perguruan tinggi di Indonesia, yang meliputi pendekatan sistem pembelajaran dan pengembangan sistem di masa depan.

Pendekatan sistem e-learning
Paradigma yang digunakan dalam pengembangan e-learning adalah enrichment (pengayaan) bukan replacement (pengganti). Sehingga pembelajaran tidak menggunakan pure e-learning tetapi sistem yang digunakan adalah blended learning. Proses pembelajaran merupakan gabungan metode pembelajaran konvensional di depan kelas dengan e-learning. Jumlah tatap muka tidak akan terkurangi dengan adanya sistem e-learning ini.

Penggunaan e-learning dengan metode blended ini bisa dilakukan dengan cara memberi materi tugas sebelum perkuliahan atau setelah perkuliahan. Materi yang diterima mahasiswa secara online diberikan bisa berupa tugas baca, menulis ataupun memecahkan permasalahan secara individual ataupun kelompok. Proses ini dimonitor oleh dosen berupa memberikan konsultasi, memberikan komentar dan memeriksa hasil pekerjaan. Materi ini bisa merupakan tugas yang disyaratkan untuk dikerjakan oleh mahasiswa sebelum mengikuti perkuliahan berikutnya.

Diharapkan dengan adanya e-learning prerequisite dan follow-up ini tatap muka di kelas bisa dioptimalkan untuk diskusi atau pembelajaran secara lebih mendalam. Sistem e-learning juga digunakan dalam perkuliahan untuk presentasi kepada mahasiswa. File-file untuk presentasi bisa diupload untuk digunakan di dalam kelas.

Fitur dalam e-learning
E-learning dirancang sebagai sebuah sistem yang hanya bisa diakses oleh orang yang berhak untuk itu. User terdiri dari administrasi, dosen, mahasiswa maupun orang lain yang terdaftar dalam sistem ini. Sistem ini dirancang untuk digunakan oleh multi disiplin ilmu. Sehingga tidak hanya satu program studi saja yang bisa menggunakan, tetapi program studi lainnya juga bisa memanfaatkannya. Tiap jurusan akan mempunyai mata kuliah tersendiri yang tidak bercampur satu sama lainnya. Selain itu juga dimungkinkan untuk menyelenggarakan workshop atau pelatihan secara online dengan menggunakan sistem e-learning ini.

User yang berhasil login akan mempunyai link ke mata kuliah pada pada jurusan yang diikuti. Mata kuliah yang sedang aktif akan ditampilkan dalam welcome screen sehingga memudahkan user untuk navigasi. Sistem juga akan terhubung ke Sistem Informasi Akademik (SIA) sehingga informasi mahasiswa, dosen, mata kuliah yang diambil oleh mahasiswa dan mata kuliah yang diajar oleh dosen bisa diperoleh dari sistem yang sudah ada. Sistem e-learning di pendidikan tinggi merupakan sistem yang terbuka dalam artian mahasiswa bisa mengakses semua mata kuliah yang ditawarkan. Mahasiswa juga bisa mengakses materi kuliah tanpa penahapan dari sistem.

Fasilitas interaksi dan komunikasi juga menjadi bagian penting dalam sistem ini. Interaksi dan komunikasi secara elektronik memungkinkan mahasiswa dan dosen bisa berkomunikasi tanpa dibatasi waktu dan jarak. Proses komunikasi juga diyakini akan sangat membantu bagi mahasiswa untuk memperoleh dan memperdalam pengetahuan yang sedang dipelajari. Forum diskusi dan chat merupakan fasilitas awal yang disediakan.

Forum diskusi dan chat yang disediakan merupakan sebuah komunikasi terstruktur dalam membahas sebuah materi kuliah. Sistem akan merekam diskusi dan percakapan yang ada sehingga dosen bisa memberikan komentar dan arahan yang diperlukan. Dalam sistem pembelajaran yang bersifat blended learning dosen diharapkan memberikan penugasan untuk diskusi secara online memanfaatkan fasilitas yang ada. Penilaian keaktifan mahasiswa secara online juga merupakan salah satu parameter dalam metode student-centered learning.

Digitasi Materi Kuliah
Salah satu faktor utama dalam e-learning adalah isinya (content). Tersedianya materi perkuliahan dalam bentuk digital (electronic teaching materials) merupakan langkah awal yang strategis untuk keberhasilan sistem ini. Electronic teaching materials merupakan cara menyimpan pengetahuan (store knowledge) dalam bentuk lecture notes, soal latihan, tugas-tugas, referensi pendukung dan evaluasi secara terintegrasi dengan menggunakan media digital. Hal ini yang memungkinkan untuk terbaharukannya bahan ajar secara dinamis dan adaptif sehingga kemampuan mahasiswa untuk berpikir solutif akan terasah dan kuat. Konsep mix-match merupakan pendekatan yang digunakan dalam pemanfaatan materi kuliah digital. Dengan konsep ini dosen bisa saling mempertukarkan materi perkuliahan yang dibuat.

Pengembangan ke Depan
Pada penerapan sistem e-learning diperlukan rencana pengembangan ke depan yaitu peningkatan kemampuan dari sistem untuk menjalankan beberapa fungsi baru maupun perbaikan dari fasilitas yang sudah ada. Pengembangan ke depan antara lain antara lain :
1. Metode blended learning dimana mata kuliah dalam e-learning menjadi materi utama. Bila e-learning menjadi materi utama maka design content menjadi penting (instructional design). Content selain berkualitas dan lengkap, harus membangkitkan minat belajar dan memberikan penahapan (pacing) yang diperlukan.
2. Meningkatkan kemampuan sistem untuk mampu melayani pure distance learning. Hal ini mencakup kemampuan managemen user yang lebih lengkap terlebih bila akan dikomersilkan. Selain itu mencakup kemampuan sistem untuk menawarkan mata kuliah dalam bentuk skill acquisitions berupa workshop atau pelatihan online.
3. Electronic Assessment. Sistem mampu untuk memberikan penilaian secara otamatis terhadap tugas online yang diberikan, menilai keaktifan serta memberikan feedback kepada user.
4. Pengembangan electronic teaching materials berupa simulasi secara online topik-topik tertentu yang diperlukan.
5. Streaming dan Webcast server. Memungkin audio dan video streaming serta audio/video broadcast

KESIMPULAN
Poltekkes DepKes Jakarta III yang memiliki visi pada tahun 2010 menjadi institusi pendidikan tinggi kesehatan rujukan dan memiliki misi menghasilkan tenaga ahli madya kesehatan sebagai tenaga profesional pemula yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, berwawasan kesejagadan serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , serta mengembangkan model teknologi pendidikan tenaga kesehatan, hendaknya dapat menjadikan kampus sebagai produsen informasi. Hal ini dapat diwujudkan salah satunya dengan penerapan sitem pembelajaran berbasis teknologi komunikasi dan informasi yang saat ini juga sedang dikembangkan di Indonesia. Pada penerapan sistem pembelajaran e-learning ini, interaksi dan komunikasi secara elektronik memungkinkan mahasiswa dan dosen berkomunikasi tanpa dibatasi waktu dan jarak. Proses komunikasi juga diyakini akan sangat membantu bagi mahasiswa untuk memperoleh dan memperdalam pengetahuan yang sedang dipelajari. Sistem e-learning akan merekam diskusi dan percakapan yang ada sehingga dosen bisa memberikan komentar dan arahan yang diperlukan. Dosen diharapkan dapat memberikan penugasan untuk diskusi secara online memanfaatkan fasilitas yang ada. Penilaian keaktifan mahasiswa secara online juga merupakan salah satu parameter dalam metode student-centered learning. Kemudahan dalam memperoleh ilmu pengetahuan secara cepat, luas, dan terkini, serta system pembelajaran yang tidak mengikat waktu dan ruang, maka sumber daya manusia profesional dapat diwujudkan sehingga tercipta pula pelayanan kesehatan yang bermutu.

DAFTAR PUSTAKA
Husin , Ma’rifin (2001), Pengembangan dan Pembinaan Program Pendidikan D III Keperawatan dalam Sistem Pendidikan Tinggi Keperawatan di Indonesia. Jakarta: Komisi Disiplin Ilmu Kesehatan Dewan Pendidikan Tinggi

Fakultas Tehnik Universitas Gajah Mada (2004), Student Centered Learning Berbasis ICT
(Information and Communication Technology) di Jurusan Teknik Elektro. Yogyakar ta: Fakultas Tehnik Universitas Gajah Mada.

Poltekkes DepKes Jakarta III (2006), Panduan PPSM Poltekkes DepKes Jakarta III. Jakarta: Poltekkes Jakarta III

Widjaja,H.A.W, (2000), Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta: Rineka Cipta

Pengkajian Keluarga

PENGKAJIAN KELUARGA



Pendahuluan

Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengambil informasi secara terus menerus terhadap keluarga yang dibinanya untuk mendapatkan data tentang keluarga. Data yang dikumpulkan mencakup data subyektif dan data obyerktif.

Pengkajian Perawatan menurut Bailon Maglaya (1978) adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk mengukur keadaan klien/keluarga dengan memakai patokan norma-norma kesehatan pribadi maupun sosial, sistem integritas dan kesanggupannya untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan. Dasar dari pengkajian adalah pemikiran suatu perbandingan, suatu ukuran atau suatu penilaian dengan menggunakan norma-norma yang diambil dari kepercayaan, prinsip-prinsip, nilai-nilai, aturan atau harapan-harapan.

Termasuk dalam tahap pengkajian ini adalah pengumpulan dan analisa data-data yang berhubungan dengan status/keadaan keluarga atau klien, kesanggupan untuk menyelesaikan masalah kesehatan di lingkungan.

Ada tiga hal yang dapat digunakan untuk menentukan status keluarga yaitu:
1. Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga. Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga : menyangkut keadaan physik, sosial dan emosional yang baik dari setiap anggota.

2. Keadaan di rumah maupun di lingkungan yang dapat membawa peningkatan kesehatan. pergaulan ini memperhatikan : Macam dan mutu perumahan, cukup luasnya rumah, karakteristik tetangga, sanitasi lingkungan, norrna-norma dalam keluarga, nilai-nilai, harapan, dan gaya (pola) hidup sosio-budaya yang dapat meningkatkan kese­hatan dan mencegah kecenderungan untuk sakit.

Sifat-sifat keluarga, dinamika atau tingkat kemampuan keluarga, menyangkut kesanggupan keluarga sebagai suatu sistem untuk mempertahankan keutuhannya dan mencapai tujuannya melalui interaksi yang dinamis antar anggota keluarga sambil menyesuaikan dengan situasi-situasi dalam lingkungan luas.

Pengkajian dalam perawatan keluarga memerlukan pemahaman mengenai cara-cara bagaimana keluarga berfungsi sebagai unit. Konsep-konsep dan proses-proses yang menyangkut dinamika keluarga dan perkembangan keluarga adalah pengetahuan dasar yang dianggap penting bila perawat ingin peka terhadap aspek-aspek yang berhu-bungan dengan tingkah laku keluarga yang dapat memberi bayangan akan masalah kesehatan.


3. Sifat-sifat keluarga, dinamika atau tingkat kemampuan keluarga yang dapat menentukan perkembangan keluarga. Pengamatan mengenai keluarga-keluarga dengan berbagai kebudayaan dan macam masyarakat telah membuktikan sifat, kelakuan, nilai, peranan dan tugas keluarga.

Penyamarataan gabungan sikap, nilai dan peranan menjadi sifat khas dari macam-macam keluarga, adalah tidak mungkin. Dia berpendapat bahwa tidak ada dan mungkin belum pernah ada jenis keluarga yang tetap untuk diusulkan sebagai keluarga model. Menurut dia, mungkin yang ada adalah pola-pola model. Kombinasi dari pqla-pola model ini lazim disebut keluarga khas. Dia mengatakan bahwa masyarakat berkembang sangat cepat sehingga tidak memungkinkan penyamarataan keluarga. Walaupun sedikit sulit, tetapi perawat harus peka terhadap penyimpangan keadaan dan perkembangan keluarga.

Keluarga sebagai unit yang berfungsi untuk perkembangan kesehatan anggoia-anggotanya. Dasar konsep perkembangan keluarga ini adalah pengertian bahwa keluarga itu adalah unit yang berfungsi, di mana terdapat pertukaran kelakuan, tugas dan peranan secara terus menerus di dalam keluarga maupun di luar keluarga. Pertukaran tugas dan peranan ini dilaksanakan untuk perkembangan secara timbal balik antar anggota-anggota keluarga, antar keluarga itu sendiri sebagai unit dan masyarakat.

Norma dalam perkembangan keluarga bukan beberapa gabungan peranan atau tugas. Jelas bahwa sosio-budaya adalah salah satu faktor yang tidak memungkinkan penyamarataan. Norma kesehatan keluarga yang sama dengan semua kebudayaan adalah bahwa keluarga sebagai unit yang berfungsi mengadakan hubungan timbal balik dan hubungan yang penting dalam lingkungannya. Tujuan dari hubungan timbal balik ini adalah agar anggota-anggota keluarga dapat berfungsi seoptimal mungkin, produktifitas hidup keluarga dan perkembangan masyarakat. Menurut nonna ini, keluarga harus dapat memelihara anggotanya sedemikian rupa sehingga kebutuhan fisik, emosional dan sosial dapat terpenuhi.

Keluarga berusaha untuk mencapai tujuan ini bersamaan dengan keluarga mengikuti siklus hidup kelahiran, perkembangan, perpisahan, masa tua dan kematian anggota. Dalam mengikuti siklus hidup, keluarga mengalami bermacam-macam tuntutan dan tekanan terhadap kesanggupannya dan sumber dayanya. Dengan tuntutan ini, proses penyesuaian dan perombakan organisasi keluarga secara dinamis harus ada, bila keluarga ingin mempertahankan keadaan yang baik dan sehat di antara anggota-anggotanya. Masalah kesehatan akan timbul bila proses penyesuaian tidak berhasil sehingga keluarga tidak sanggup untuk melaksanakan tugas-tugas kesehatan.

Sumber Data dalam pengkajian keluarga

Sumber yang pertama adalah status kesehatan dari anggota-anggota keluarga. Analisa data dari sumber tersebut akan menggambarkan penyimpangan-penyimpangan dari perkembangan kesehatan individu. Agar dapat mengumpulkan dan menganalisa data tersebut, perawat memerlukan keterampilan yang cukup dalam menentukan penyimpangan-penyimpangan kesehatan individu dalam aspek fisik dan psikososial. Ketrampilan dalam menilai keadaan fisik dan pengetahuan yang luas berdasarkan atas faktor sosio-budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan, sakit dan kebiasaan-kebiasaa untuk menentukan dengan tepat status sakit dari anggota-anggota keluarga.

Surnber data yang kedua adalah status keluarga yang berfungsi sebagai suatu unit dan diharapkan sanggup meningkatkan kesehatan mengambarkan sifat dan luasnya kesanggupan keluarga untuk melaksanakan tugas kesehatan tertentu dalam memenuhi kebutuhar kebutuhan fisik, sosial dan emosional dari anggotanya. Pengkajian yang baik dari macam data ini memerlukan pengetahuan yang luas berdasarkan proses kelompok, peranan dan hubungan antar anggota keluarga, cara keluarga mengambil keputusan dan cara komunikasi keluarga.

Sumber data terakhir adalah lingkungan keluarga yaitu rumah dan masyarakat sekitar. Pengumpulan dan analisa data ini akai membantu menentukan keadaan dalam rumah dan lingkungan yang menghambat peningkatan dan mempertahankan: kesehatan serta penyembuhan penyakit. Pengkajian yang baik dari macam data ini memerlukan pengetahuan mengenai ancaman fisik dan sosio budaya terhadap peningkatan kesehatan.

Sumber data ada yang dikatakan sebagai sumber data primer yaitu data yang berasal dari keluarga dan data sekunder yaitu data lain yang bukan dari keluarga seperti catatan kesehatan klien dan keluarga, hasil pemeriksaan, dll.

Macam-macam Data yang dikumpulkan dalam Pengkajian Keluarga
Ada 2 macam data yang kita kumpulkan pada tahap pengkajian keluarga. Data yang dikumpulkan tersebut sesuai dengan data yang dikumpulkan pada dua tahap penjajakan dalam pengkajian keluarga. Penjajakan tahap I adalah tahap pengumpulan data dasar keluarga secara keseluruhan komponen yang berkaitan dengan kesehatan keluarga. Data yang dikumpulkan pada penjajakan pertama tersebut mencakup :
1. Struktur dan sifat keluarga.
2. Faktor-faktor sosio-budaya-ekonomi.
3. Faktor-faktor lingkungan.
4. Riwayat kesehatan dan riwayat medis dari anggota keluarga.

Penjajakan tahap II adalah tahap pengumpulan data yang lebih berfokus terhadap respon keluarga dari masalah kesehatan yang dialami. Data yang dikumpulkan pada tahap penjajakan kedua, mengambarkan sampai mana keluarga dapat melaksanakan tugas-tugas kesehatan yang berhubungan dengan ancaman kesehatan, kurang/tidak sehat, atau krisis, yang dialami oleh keluarga itu pada waktu tahap penjajakan pertama. Data ini menggambarkan ketidak mampuan keluarga untuk melaksanakan tugas-tugas kesehatan. Perhatian utama dari perawat pada tahap penjajakan kedua, adalah penentuan kesanggupan keluarga melaksanakan tugas kese­hatan menghadapi masalah-masalah kesehatan.

Metode Pengkajian Keluarga
Metode yang dapat dilakukan dalam pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan pemeriksaan fisik.

Observasi Langsung
Dengan mengumpulkan data melalui observasi langsung, kita menggunakan semua panca indra kita yaitu penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman dan pengecapan. Dengan observasi langsung, perawat dapat mengetahui keadaan keluarga dan tingkah laku mereka. Status kesehatan dapat pula diketahui melalui tanda-tanda yang dapat dilihat:
1. Keadaan fisik dari setiap anggota.
2. Komunikasi atau pola bahasa yang diharapkan atau boleh dipakai.
3 . Peranan dari setiap anggota keluarga termasuk pola pengambilan keputusan.
4. Keadaan di rumah dan lingkungan.
Keuntungan pengumpulan data secara langsung adalah kebenarar data-data dapat dibuktikan oleh pengamat-perigamat yang lain.

Wawancara
Perawat mengumpulkan data melalui wawancara dengan anggota keluarga yang bertanggung jawab atas kesehatan keluarga. Perawa dapat juga mengambil data dengan menanyakan petugas kesehatar lainnya yang berhubungan dengan keluarga atau orang lain yang dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai keadaan dan pengalaman keluarga.

Keberhasilan dari wawancara bergantung pada penggunaar teknik-teknik komunikasi yang baik untuk memperoleh jawaban yang diperlukan. Kesulitan besar yang dihadapi perawat dalam mengumpulkan data (pada tahap penjajakan kedua adalah mengetahui sikap tepat dari keluarga dalam melihat masalah kesehatan mereka dan cara yang mereka pakai untuk mengatasinya. Terdapa kecenderungan bagi perawat untuk segera memberikan nasihat sebelum menentukan bagaimana keluarga itu melihat masalahnya dan bagaimana sumber daya keluarga.

Metode Pengkajian Lainnya
Perawat dapat memeriksa catatan-catatan atau laporan-lapora yang berhubungan dengan keluarga. Termasuk dalamnya adalah :
1. Cataian medis dari setiap anggota keluarga
2. Catatan immunisasi
3. Catatan/laporan mengenai keadaan rumah dan lingkungan.

Perawat dapat juga memperoleh data dengan cara :
1. Mengadakan pemeriksaan laboratorium
2. Mengadakan pemeriksaan diagnostik
3. Pemeriksaan lain yang dikerjakan perawat atau petugas-petugas kesehatan yang lain.

Model Pengkajian Keluarga Friedman
Dalam model pengkajian keluarga Friedman ada enam katagori data yang diindetifikasikan, yaitu tahap dan riwayat perkembangan ,data lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga dan Koping keluarga

Mengidentifikasi Data
Data-data dasar yang menggambarkan keluarga dalam istilah-istilah dasar dimasuk dalam dalam bagian ini.
1. Nama Keluarga
2. Alamat danNomorTelepon
3. Komposisi Keluarga: Untuk mengumpulkan informasi ini boleh digunakan, baik sebuah tabel, atau dapat digu­nakan genogram keluarga. Untuk menggunakan format tabel, setelah anggota keluarga yang dewasa, pertama masukan anak yang paling besar, diikuti oleh anak-anak lain berdasarkan urutan kelahiran. Lalu berikutnya, masukan juga anggota lain yang punya atau tidak hubungan kekerabat yang dalam keluarga tersebut. Jika terdapat anggota keluarga besar atau teman yang dianggap sebagai anggota kelu­arga sendiri, meskipun tidak tinggal dalam rumah tangga atau keluarga tersebut, masukan juga mereka pada akhir daftar dimaksud. Hubungan setiap anggota keluarga satu sama lain, serta tanggal lahir, tempat lahir, pekerjaan, dan pendidikan, harus drincikan.

Genogram : Diisi dengan silsilah anggota keluarga untuk 3 generasi. Simbol Simbol yang di gunakan sebagai berikut :

Laki-laki Perempuan Identifikasi klien Meninggal

Menikah Pisah Cerai


Anak angkat Aborsi Kembar



Tinggal satu Rumah

4. TipcBentuk Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial. Maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu mengetahui berbagai tipe keluarga.

Ada dua tipe keluarga yaitu keluarga tradisioanl dan non tradisional. Yang termasuk tipe Keluarga Tradisional yaitu : Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, isteri dan anak (kandung atau angkat). Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, paman, dan bibi. Keluarga Dyad yaitu suatu rumahtangga yang terdiri dari suami isteri tanpa anak. Single Parent, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orangtua dengan anak (kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian. Single Adult, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri dari seorang dewasa. Keluarga usila, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami isteri yang berusia lanjut.

Tipe Keluarga Non Tradisional, terdiri dari Commune Family, yaitu lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah, Orangtua (ayah-ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rumah tangga., Homoseksual, dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu rumah tangga.


5. Later Belakang Budaya (Etnis) ,Dalam menggambarkan ini, gunakan kriteria berikut sebagai petunjuk untuk menentukan kebudayaan ke­luarga dan orientasi religius keluarga.
5.1. Latar belakang budaya keluarga atau anggota keluarga (identifikasi diri)?
5.2. Jaringan kerja sosial keluarga (dari kelompok budaya yang sama)?
5.3. Tempat tinggal keluarga (bagian dari sebuah lingkungan yang secara budaya bersifat homogen)?
5.4. Kegiatan-kegiatan keagamaan, sosial, budaya, rekreasi, dan pendidikan (apakah kegiatan-kegiatan ini berada dalam kelompok kultur budaya?
5.5. Kebiasaan-kebiasaan diet dan berbusana (tradisional atau modern)?
5.6. Keberadaan peran-peran dan struktur kekuasaan keluarga tradisional atau "modern"?
5.7. Dekorasi (tanda-tanda pengaruh bu­daya)?
5.8.Bahasa (bahasa-bahasa) digunakan di rumah? Apakah semua anggota kelu­arga berbicara bahasa Indonesia.
5.9. Pengaruh masyarakat yang lazim bagi ke­luarga kompleks teritorial keluarga (apakah porsi tersebut semata-mata ada dalam komunitas etnis)?
5.10. Penggunaan jasa-jasa perawatan kesehatan keluarga dan praktisi. Apakah keluarga mengunjungi pelayanan praktisi, teriibat dalam praktik-praktik pelayanan kesehatan tradisional, atau memiliki kepercayaan tradisional asli dalam bidang kesehatan? :
5.11. Daerah asal dan berapa lama keluarga tersebut telah tinggal di tempat tinggal sekarang ?

6. Idcntinkasi Nilai-Nilai Spriritual/Agama
6.1. Apakah anggota keluarga berbeda dalam praktik keyakinan beragamaan mereka?
6.2. Seberapa aktif keluarga tersebut ter-libat dalam kegiatan keagamaan, atau organisasi-organisasi keagamaan lain?
6.3. Keluarga terlibat dalam praktik ke­agamaan apa?
6.4. Kepercayaan-kepercayaan dan nilai-ni-lai keagamaan apa yang menjadi pusat dalam kehidupan keluarga?

7. Status Sosial Ekonomi Keluarga (berdasarkan peker­jaan, pendidikan, dan pendapatan): Status ekonomi Siapa yang menghidupi keluarga? Apakah keluarga menerima bantuan atau tam-bahan. keuangan? Jika demikian dari mana? Apakah keluarga menganggap pendapatan mereka memadai?

8. Aktivitas Rekreasi atau Waktu Luang4
8.1. Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas-keluarga, jenis dan berapa kali akti­vitas-aktivitas ini berlangsung?
8.2. Tulislah aktivitas-aktivitas waktu lu­ang dari subsistem keluarga (subsis­tem suami/istri; subsistem orangtua-anak; susbistem sibling).
8.3. Menggali perasaan dari anggota kelu­arga tentang aktivitas rekreasi atau waktu luang.




RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA
9. Tahap perkembangan keluarga saat ini.
10. Sejauh mana keluarga memenuhi tugas-tugas perkembangan yang sesuai dengan tahap perkembangan saat ini.
11. Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini, - termasuk riwayat perkembangan dan kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman kesehatan yang unik atau yang berkaitan dengan kesehatan (perceraian, kematian, hilang dll.) yang terjadi dalam kehidupan keluarga.
12. Keluarga asal kedua orangtua (seperti apa kehidupan keluarga asalnya; hubungan masa silam dan saat dengan orangtua dari kedua orangtua).

DATA UNGKUNGAN
Data-data lingkungan meliputi seluruh alam kehidupan keluarga mulai dari pertimbangan
bidang-bidang yang paling kecil seperti aspek-luas di mana keluarga tersebut berada.
13. Karakteristfk Rumah
13.1. Gambar tipe tempat tinggal (rumah, apartemen, sewa kamar, dll.). Apa­kah keluarga memiliki sendiri atau menyewa rumah ini?
13.2. Gambarkan kondisi rumah (baik inte­rior maupun eksterior rumah) Inte­rior rumah meliputi jumlah kamar dan tipe kamar (kamar tamu, kamar tidur, dll,), penggunaan kamar-kamar tersebut dan bagaimana kamar ter­sebut diatur. Bagaimana kondisi dan kecukupan perabot? Apakah penerangan, ventilasi, pemanas memadai (buatan atau panas matahari). Apa­kah lantai, tangga, susuran, dan bangunan yang lain dalam kondisi yang adekuat?
13.3. Di dapur, amati suplai air minum, sanitasi, dan adekuasi pendinginan.
13.4. Di kamar mandi, amati sanitasi, air, fasilitas toilet, adatidaknya sabun dan handuk.
13.5. Kaji pengaturan tidur di dalam ru­mah. Apakah pengaturan tersebut memadai bagi para anggota keluarga, dengan pertimbangan usia mereka, hubungan, dan kebutuhan-kebutuhan khusus mereka lainnya?
13.6. Amati keadaaan umum kebersihan dan sanitasi rumah. Apakah ada serbuan serangga-serangga kecil (khususnya di dalam) dan/atau masalah-masalah sanitasi yang disebabkan oleh kehadiran binatang-binatang piaraan?
13.7. Kaji perasaan-perasaan subjektif keluarga terhadap rumah. Apakah keluarga menganggap rumahnya me­madai bagi mereka?
13.8. Identifikasi unit teritorial keluarga.
13.9. Evaluasi pengaturan privasi dan ba­gaimana keluarga merasakan privasi mereka memadai.
13.10. Evaluasi ada dan tidak adanya bahaya-bahaya keamanan.
13.11. Evaluasi adekuasi pembuangan sampah
13.12. Kaji perasaan puas/tidak puas dari anggota keluarga secara keseluruhan ' dengan pengaturan/penataan rumah.

14. Karakteristik Lingkungan dan Komunitas Tempat Tinggal yang Lebih Luas
14.1. Apa karakteristik-karakteristik fisik dari lingkungan yang paling dekat dan komunitas yang lebih luas? Tipe lingkungan/komunitas (desa, kota, subkota, antarkota). Tipe tempat tinggal (hunian, indus­trial, campuran hunian dan industri kecil, agraris) di lingkungan. Keadaan tempat tinggal dan jalan raya (terpelihara, rusak, tidak terpelihara, sementara diperbaiki). Sanitasi jalan raya, rumah (kebersihan, pengumpulan sampah, dll.). Masalah yang berkaitan dengan kemacetan lalu lintas? Adanya dan jenis-jenis industri di lingkungan (udara, kebisingan, ma-salah-masalah polusi air).
14.2. Bagaimana karakteristitik demografis dari lingkungan dan komunitas? Kelas sosial dan karakteristik etnis penghuni. Perubahan-perubahan secara demografis yang berlangsung belakangan ini dalam lingkungan/komunitas.
14.3. Pelayanan-pelayanan kesehatan dan pelayanan-pelayanah dasar apa yang ada dalam lingkungan dan komu­nitas? Fasilitas-fasilitas pemasaran (makanan, sandang, apotik, dll.). Lembaga-lembaga kesehatan (klinik-kliinik, rumah sakit, dan fasilitas-fasilitas gawat darurat). Lembaga-lembaga pelayanan sosial (kesejateraan, konseling, pekerjaan). Tempat-tempat peribadatan seperti masjid, gereja, pura,dll.
14.4. Bagaimana mudahnya sekolah-sekolah di lingkungan atau komunitas dapat diakses dan bagaimana kondisi-ya? Apakah ada masalah-masalah integrasi yang mempengaruhi kelu­arga?
14.5. Fasilitas-fasilitas rekreasi.
14.6. Tersedianya transportasi umum. Bagaimana pelayanan-pelayanan dan fasilitas-fasilitas tersebut dapat diakses (dalam arti, jarak, kecocokan, dan jam, dll.) kepada keluarga.
14.7. Bagaimana insiden kejahatan di ling­kungan dan komunitas? Apakah ada masalah keselamatan yang serius?

15. MobilitasGeografis Keluarga
15.1. Sudah berapa lama keluarga tinggal di daerah ini
15.2. Bagaimana riwayat mobilitas geografis dari keluarga ini.
15.3. Dari mana keluarga tersebut berasal/ pindah atau bermigrasi?

16. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat :
16.1. Apakah Anggota keluarga mengetahui perkumpulan yang ada di komunitas,
16.2. Apakah keluarga itu terlibat,
16.3 Apakah keluarga merasakan manfaat terhadap perkumpulan tersebut.
16.4 Berapa jumlah Frekuensi pertemuan dari perkumpulan keluarga dan komunitas. 16.5. Bagaimana pandangan keluarga terhadap perkumpulan tersebut.

17. Sistem Pendukung atau Jaringan Sosial Keluarga7:
Siapa menolong keluarga pada saat keluarga membutuhkan bantuan, dukungan konseling aktivita§-aktivitas keluarga (menjaga anak, transportasi, dll.)?
17.1. Informal: Kedekatan keluarga dengan teman-teman, para tetangga, kerabat, kelompok-kelompok sosial, majikan, dan pekerja.
17.2. Formal: Hubungan-hubungan kelu­arga dengan orang yang membantu yang berasal dari lembaga-lembaga perawatan kesehatan dan lembaga-lembaga terkait lainnya.

STRUKTUR KELUARGA
18. Pola-Pola Komunikasi
18.1. Dalam mengobservasi keluarga secara keseluruhan dan/atau rangkaian hubungan dari keluarga, bagaimana komunikasi fungsional dan disfungsional digunakan secara terus menerus? Berikan contoh-contoh pola-pola berulang. Apakah mayoritas pesan anggota ke­luarga sesuai dengan isi dan instruksi? (Masukan juga observasi-observasi menyangkut pesan-pesan non ­verbal). Jika tidak, siapa yang memanifestasikan informasi. Bagaimana tegasnya dan jelasnya anggota keluarga mengutarakan kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan mereka? Sejauh mana anggota keluarga menggunakan klarifikasi dan kualifikasi dalam berinteraksi? Apakah anggota keluarga memperoleh dan memberikan respons de­ngan baik terhadap umpan balik atau biasanya mereka menghalangi um­pan balik dan eksplorasi terhadap isu? Sebaik apa anggota keluarga men-dengar dan mengikuti ketika berkomunikasi? Apakah anggota keluarga mencari validasi orang lain? Hingga tingkat apa anggota menggunakan asumsi-asumsi dan pernyataan-pernyataan yang bersifat menilai dalam interaksi? Apakah anggota keluarga berinterak­si dengan pesan dalam suatu cara yang bersifat menyerang? Berapa kali diskualifikasi diguna­kan?
18.2. Bagaimana pesan-pesan emosional (afektif disampaikan dalam keluarga dan dalam subsistem keluarga? Berapa kali pesan-pesan emosional diantar? Jenis-jenis emosi apa yang disampai­kan dalam subsistem keluarga? Apa­kah emosi-emosi yang disampaikan bersifat negatif, positif atau kedua-nya?
18.3 Bagaimana frekuensi dan kualitas komunikasi yang berlangsung dalam, jaringan kerja komunikasi dan dalam beberapa set hubungan? Siapa yang berbicara kepada siapa dan dengan cara apa yang sudah lazim? Pola-pola umum apa yang digunakan menyampaikan pesan-pesan penting? Apakah adalah pengantara? Apakah pesan-pesan dikirim sesuai dengan perkembangan sesuai ang­gota keluarga?
18.4. Jenis-jenis proses disfungsional apa yang nampak dalam pola-pola komunikasi keluarga?
18.5. Bidang-bidang apa yang tertutup bagi diskusi, yang metupakan isu-isu ' penting bagi kesejahteraan keluarga dan fungsi yang adekuat?
18.6. Apa pengaruh-pengaruh internal (gamilial) dan eksternal (lingkungan, sosioekonomi, dan kebudayaan) yang menimpah porses-proses dan pola-pola komunikasi?



19. Struktur Kekuatan
19.1. Siapa yang membuat keputusan apa? Siapa yang memegang "kata" terakhir atau "siapa yang menang?"
19.2. Bagaimana pentingnya keputusan- keputusan atau isu-isu ini bagi kelu­arga? Pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik mungkin meliputi: Siapa yang menganggarkan, membayar rekening, dan memutuskan bagaimana uang digunakan? Siapa yang memutuskan bagaimana caranya menghabis suatu malam atau siapa teman atau kerabat yang hendak dikunjungi? Siapa yang memutuskan masalah pindah pekerjaan atau tempat tinggal? Siapa yang iriendisiplinkan dan me­mutuskan kegiatan-kegiatan anak?

Proses Pembuatan-keputusan
19.3. Teknik-teknik khusus apa yang di­gunakan untuk membuat keputusan-keputusan dalam keluarga dan sejauh mana teknik-teknik ini digunakan (mis: konsensus; akomodasi/tawar menawar; kompromi atau paksaan; de- facto)? Dengan kata lain, bagai­mana keluarga membuat keputusan-keputusannya?
Dasar-Dasar Kekuasaan, Berbagai dasar dan sumber kekuasaan adalah kekuasaan/ otoritas yang sah dan variasinya, kekuasaan "takberdaya," kekuasaan referen, kekuasaan karena memiliki kekuasaan keahlian atra kekuasaan sumber, kekuasaan penghargaan; kekuasaan paksaan; kekusasaan afektif
19.4. Atas dasar kekuasaan apa anggota keluarga membuat keputusan?

Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Kekuasaan Keluarga
19.5. Mengenali keberadaan salah sattt variabel berikut ini akan membutt pengkaji menginterpretasi perilaki keluarga yang darinya keluarga dapat dikaji.
• Hirarki kekuasaan keluarga.
• Tipe bentuk keluarga.
• Jaringan komunikasi keluarga.
• Status kelas sosial.
• Tahap siklus kehidupan keluarga.
• Latar belakang agama dan kebudayaan.
• Kemungkinan-kemungkinan situasional.
•Variabel-variabel individu anggota,jenis kelamin
• Saling ketergantungan suami/istri dan komitmen terhadap perkawinan.

20. Stniktur Peran
Struktur Peran Formal
20.1. Posisi dan peran formal apa yang setiap anggota keluarga penuhi? Gambarkan bagaimana setiap anggota keluarga melakukan peran-peran for­mal mereka.
20.2. Apakah peran-peran ini dapat diterima dan konsisten dengan harapan-harapan anggota keluarga, Dengan kata lain, apakah terjadi konflik peran?
20.3. Bagaimana setiap anggota keluarga melakuakn setiap peran secara kompeten?
20.4. Apakah terdapat fleksibilitas dalam peran-peran ketika dibutuhkan?

Struktur Peran Informal
20.5. Peran-peran informal dan peran-peran yang tidak jelas apa ada dalam keluarga? Siapa yang memainkan peran-peran tersebut dan berapa kali peran-peran tersebut sering dilaku-kan atau bagaimana peran-peran ter­sebut dilaksanakan secara konsisten? Apakah anggota keluarga melaksa-nakan secara samar peran-peran yang berbeda dengan mereka memiliki posisi menuntut mereka untuk me­mainkan peran-peran tersebut?
20.6. Tujuan apa yang dimainkan oleh kehadiran peran-peran yang diidentifikasikan secara tidak jelas atau peran-peran informal?
20.7. Jika peran-peran informal bersifat disfungsional, siapa yang melaksana-kan peran-peran ini pada generasi sebelumnya?
20.8. Apa pengaruh/dampak terhadap orang-orang yang memainkan peran-peran tersebut?

Analisa Model-Model Peran
20.9. Siapa yang menjadi model-model yang mempengaruhi seorang anggota keluarga dalam kehidupan awalnya, siapa yang memberikanperasaan dan nilai-nilai tentang perkembangan, pengalaman-pengalaman baru, peran-peran, dan teknik-teknik ko-munikasi?
20.10. Siapa yang secara spesifik bertindak sebagai model peran bagi pasangan-pasangan dan perana mereka sebagai orangtua, dan sebagai pasangan perkawinan? Seperti apakah mereka itu?

Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Struktur Peran
20.11. Pengaruh-pengaruh kelas sosial: Bagaiamana latar belakang kelas sosial mempengaruhi struktur peran formal dan informal dalam keluarga.
20.12. Pengaruh-pengaruh kebudayaan: bagaimana struktur peran dari keluar­ga dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan dan agama?
20.13. Pengaruh-pengaruh perkembangan dan tahap siklus kehidupan: Apakah perilaku peran sekarang dari anggota keluarga, berdasarkan perkembang­an cocok?
20.14. Bagaimana masalah-masalah kesehatan mempengaruhi peran-peran ke­luarga? Realokasi peran-peran/tugas apa yang telah dilakukan? Bagai­mana anggota keluarga yang telah menerima peran-peran baru menyesuaikan diri? Apakah ada bukti tentang stres atau konflik akibat peran? Bagaimana anggota keluarga dengan masalah kesehatan bereaksi terhadap perubahan atau hilangnya peran (peran-peran)?

21. Nilai-Nilai Keluarga
21.1. Penggunaan metode "perbandingan" dan "membedakan" memberikan kesan (dengan nilai-nilai dari kebudayan yang dominan dan kelompok referensi keluarga—kelompok etnis yang mereka identifikasi atau keduanya).
21.2. Apakah ada kesesuaian antara nilai-nilai keluarga dengan kelompok re­ferensi keluarga dan/atau komunitas yang lebih luas?
21.3. Apakah ada kesesuaian antara nilai-nilai keluarga dan nilai-nilai subsistem keluarga?
21.4. Bagaimana pentingnya nili-nilai yang diidentifikasikan ini terhadap keluarga?
21.5. Apakah nilai-nilai ini dianut secara sadar atau tidak sadar?
21.6. Apakah ada konflik nilai yang menonjol dalam keluarga itu sendiri?
21.7. Bagaimana kelas sosial keluarga, latar belakang kebudayaan, dan tahap perkembangan mempangaruhi nilai-nilainya?
21.8. Bagaimana nilai-nilai keluarga mem­pengaruhi status kesehatan keluarga?
FUNGSI KELUARGA
22. Fungsi Afektif
Pola Kcbutuhan Keluarga—Respons
22.1. Apakah anggota keluarga merasakan kebutuhan-kebutuhan individu-indi-vidu lain dalam keluarga? Apakah orangtua (suami/istri) mampu menggambarkan kebutuhan-kebu­tuhan persoalan-persoalan lain dari anak-anak mereka dan pasangannya? Bagaimana sensitifnya anggota kelu­arga dalam memilih tanda-tanda yang behubungan dengan perasaan dan kebutuhan orang lain? Apakah setiap anggota keluarga memiliki seorang lain dalam keluarga yang dapat mereka ajak pergi dan meringankan beban mereka sen­diri yaitu seorang dapat dipercaya?
22.2. Apakah kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan, perbedaan dihormati oleh anggota keluarga yang lain? Apakah terdapat keseimbangan dalam hal hormat-menghormati (apakah mereka benar-benar saling menghormati satu sama lain)? Bagaimana sensitifnya keluarga terhadap tindakan-tindakan dan persoalan-persoalan dari setiap individu?
22.3. Apakah kebutuhan-kebutuhan yang diakui dari anggota keluarga dipenuhi oleh keluarga, jika demikian, sejauh apa?

Saling Memperhatikan (Mutual Nurtu-rance), Keakraban, dan Identifikasi
22.4. Sejauh mana anggota keluarga memberikan perhatian satu sama lain? Bagaimana mereka saling mendukung satu sama lain?
22.5. Apakah terdapat perasaan akrab dan intim di antara lingkungan hubungan keluarga?
Sebaik apa anggota keluarga bergaul satu sama lain? Apakah menunjukan kasih sayang satu sama lain?
22.6. Apakah identifikasi satu sama lain, ikatan (bonding), atau kedakatan nampak ada? (Pernyataan empatik, perhatian terhadap perasaan, penga-laman, dan kesulitan orang lain, semuanya ditunjukan).




Keterpisahan dan Keterkaitan
22.7. Bagaimana keluarga menghadapi isu-isu fentang keterpisahan dan keterkaitan?
Bagaimana keluarga membantu anggotanya agar ingin bersama dan memelihara keterkaitan? Apakah kesempatan-kesempatan untuk mengembangkan keterpisahan mendapat tekanan secara adekuat dan apakah kesempatan-kesempatan ter­sebut sesuai dengan usia dan kebu­tuhan-kebutuhan setiap anggota?

23. Fungsi Sosialisasi
23.1. Kaji praktik membesarkan anak dari keluarga dalam area bidang berikut ini.
• Kontrol perilaku, meliputi disiplin, penghargaan dan hukuman.
• Otonomi dan ketergatungan.
• Memberi dan menerima cinta.
• Latihan perilaku yang sesuai dengan usia (perkembangan sosial, fisik, emosional, bahasa, dan intelektual).
23.2. Seberapa adaptifhya praktik mem­besarkan anak untuk sebuah bentuk keluarga dan situasi tertentu?
23.3. Siapa yang menerima tanggung ja­wab untuk peran membesarkan anak
si ini dipikul bersama? Jika demikian, bagaimana hal ini diatur?
23.4. Bagaiaman anak-anak dihargai da­lam keluarga ini?
23.5. Keyakinan-keyakinan budaya apa yang mempengaruhi pola-pola mem­besarkan anak?
23.6. Bagaimana faktor-faktor sosial mem­pengaruhi pola-pola pengasuhan anak?
23.7. Apakah ini merupakan sebuah kelu­arga yang berisiko tinggi mendapat masalah-masalah membesarkan anak? Jika demikian, faktor-faktor apa yang menempatkan keluarga dalam risiko tinggi?
23.8. Apakah lingkungan rumah cukup memadai bagi anak-anak untuk ber-main (cocok dengan tahap perkem­bangan anak)?




24. Fungsi Perawatan Kesehatan'
24.1. Keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan perilaku keluarga: Nilai-nilai apa yang diberikan kelu­arga pada kesehatan? Peningkatan kcsehatan, prevensi? Apakah terdapat kekonsistenan antara nilai-nilai kesehatana keluarga sebagaimana dinyatakan dan tindak-an kesehatan mereka? Dalam kegiatan-kegiatan peningkat-an kesehatan apa yang keluarga ter-libat secara teratur? Apakah karakteristik perilaku dari semua anggota keluarga atau pola-pola perilaku yang mendukung pe-ningkatan kesehatan sangat berbeda dalam seluruh sistem keluarga?
24.2. Defmisi dari keluarga tentang sehat/ sakit dan tingkat pengetahuan me­reka: . ., .
.Bagaimana keluarga mendefinisikan kesehatan dan sakit bagi anggota ke­luarga? Tanda-tanda apa yang dapat memberika kesan dan siapa y ang me-mutuskan?
Dapatkah keluarga dapat melapor-kan adn mengobservasi gejala-gejala dan perubahan-perubahan penting? Apa sumbcr-sumber informasi kese­hatan dari anggota keluarga? Bagaimana pengetahuan tentang kesehatan diteruskan kepada anggota keluarga?
Bagaimana keluarga mengkaji ting-katkesehatan? '
24.3. Status kesehatan keluarga dan keren-tanan terhadap sakit yang dirasa/diketahui:
Bagaimana keluarga mengkaji status kesehatannya saat ini? Masalah-maslaah kesehatan apa yang saat ini diidentifikasi oleh kelu­arga? Terhadap masalah-masalah kese­hatan yang serius yang mana anggota keluarga merasa mereka mudah terpengaruh/rentan? Apa persepsi-persepi dari keluarga tentang berapa banyak kontrol yang mereka lakukan terhadap kesehatan mereka dengan melakukan tindakan-tindakan kesehatan yang tepat?
24.4. Praktik diet keluarga: Apakah keluarga mengetahui sumber-sumber makanan yang berasal dari empat kelompok dasar makan­an? Apakah diet keluarga memadai? (catatan riwayat pola-pola makan keluarga untuk tiga hari). Siapa yang bertanggung jawab ter­hadap perencanaan, belanja, dan penyiapan makanan? Bagaimanamakanan disiapkan. Apa­kah kebanyakan digoreng, direbui, dipanggang, dimasak dengan micro­wave, atau disaji mentah? Berapa jumlah makanan yang dikonsumsi sehari? Apakah ada pembatasan-pembatasan anggaran? Penggunaan kupon ma­kanan? Bagaimana memadai tidaknya penyimpanan dan pedinginan? Apakah saat makan memiliki suatu fungsi tertentu bagi keluarga? Bagaimana sikap keluarga terhadap makanan dan jam makan?

24.5. Kebiasaan tidur dan istirahat:
Apa kebiasaan tidur dari anggota ke­luarga? Apakah anggota keluarga memenuhi syarat-syarat tidur yang sesuai de­ngan tuntutan usia dan status kese­hatan mereka? Apakah ada jam-jam reguler yang telah diatur untuk tidur? Apakah anggota keluarga melakukan istirahat siang secara teratur atau memiliki cara-cara lain untuk istirahat selama sehari?
Siapa yang memutuskan kapa anak-anak harus tidur? Di mana anggota keluarga tidur?

24.6. Latihan dan rekreasi:
Apakah keluarga menyadari bahwa rekreasi dan latihan aerobik secara aktif sangat dibutuhkan untuk kese­hatan? Jenis-jenis rekreasi dan aktivitas-aktivitas fisik apa yang anggota kelu­arga lakukan secara regular? Apakah kegiatan-kegiatan ini diikuti oleh semua anggota keluarga atau hanya anggota tertentu? Apakah pekerjaan harian yang biasa memberikan kesempatan untuk latihan?

24.7. Kebiasaan penggunaan obat-obatan dalam keluarga:
Apakah kebiasaan penggunaan alko-hol, tembakou kopi, cola atau teh (kafein dan teobromin, adalah stimulan) yang dilakukan oleh keluarga? Apakah anggota keluarga menggu-nakan obat-obatan hanya untuk maksud rekreasi? Sudah berapa lama anggota keluarga menggunakan alkohol dan obat-obatan rekreatif lainnya? Apakah penggunaan tembakau, alkohol, obat-obatan resep atau gelap oleh anggota keluarga dipandang sebagai sebuah masalah? Apakah pengunaan alkohol atau obat-obatan lain mengganggu kapasitas melakukan kegiatan umum? Apakah anggota keluarga secara reguler menggunakan obat-obatan tanpa resep atau dengan resep? Apa­kah keluarga menyimpan obat-obatan dalam jangkah waktu lama dan menggunakannya kembali? Apakah obat-obatan diberi label se­cara tepat dan berada di tempat yang aman, jauh dari jangkauan anak-anak?

24.8. Peran keluarga dalam praktek perawatan diri:
Apa yang keluarga lakukan untuk memperbaiki status kesehatan? Apa yang keluarga lakukan untuk mencegah sakit/penyakit? Siapa yang menjadi pemimpin kesehatan dalam keluarga? Siapa yang membuat keputusan dalam bidang kese­hatan dalam keluarga? Apa yang keluarga lakukan untuk merawat masalah-masalah kesehatan dan sakit dalam rumah? Bagairaana kompotennya keluarga dalam hal perawatan diri yang ber-kaitan dengan pengakuan terhadap tanda-tanda dan gejala-gejala, diag-nosa dan perawatan di rumah ter­hadap masalah-masalah kesehatan yang biasa dan sederhana? Apakah keyakinan-keyakinan, sikap dan nilai-nilai dari keluarga dalam hubungan dengan perawatan di rumah?

24.9. Praktik lingkungan:
Bagaimana anggota keluarga terpapar terhadap bahaya-bahaya lingkungan yang ditemukan dalam tanah, air, dan udara? Apakah anggota keluarga tidak terpengaruh oleh. kebisingan tingkat tinggi secara teratur?
Apakah anggota keluarga merokok? atau apakah mereka terpajan ter­hadap asap ketika bekerja atau berada di rumah? , Apakah anggota keluarga menggu­nakan pestisida, cairan pembenih, lem, pelarut, logam berat, dan racun dalam rumah? Apa saja praktik kebersihan dan higiene keluarga?

24.10. Cara-cara pencegahan secara medis: Bagaimana perasaan keluarga tentang keadaan fisik ketika berada dalam keadaan sehat? Kapan pemeriksaan terakhir terhadap mata dan pendengaran dilakukan? Apa status imunisasi dari keluarga?

24.11. Praktik kesehatan gigi?
Apakah anggota keluarga menggu-nakan air yang diberi florida, apa anak-anak dianjurkan untuk menggunakan florida sctiap hari? Apa kebiasaan higiene oral dari kelu­arga dalam hubungan dengan sikat gigi dan flossing setelah makan? Apakah pola-pola keluarga dalam mengasup gula dan kanji? Apakah anggota keluarga menerima perawatan gigi profesional yang ber-sifat preventif, termasuk penyuluhan, penyinaran dengan sinar x secara periodik, kebersihan, perbaikan, dan (untuk anak-anak) topikal dan flo­rida oral?




24.12. Riwayat kesehatan keluarga:
Bagaimana keseluruhan kesehatan dari anggota keluarga anggota kelu­arga dari hubungan perkawinan (nenek/nenek, orangtua, bibi, paman, sepupu, kakak/adik dan bayi) dalam tiga generasi? Buatlah riwayat gene-tika dan penyakit keluarga pada masa lalu maupun masa sekarang—dia­betes, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, kanker, stroke, dan reumatik, penyakit ginjal, tiroid, asma, keadaan alergi lain, penyakit-penyakit darah, dan penyakit kelu­arga lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit-penyakit keluarga yang berkaitan de­ngan lingkungan?

24.13. Pelayanan perawatan kesehatan yang diterima:
Dari praktisi perawatan kesehatan apa dan/atau lembaga perawatan kesehatan apa anggota keluarga me­nerima perawatan ? Apakah praktisi atau lembaga ini bertemu dengan semua anggota kelu­arga dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan perawatan kesehatan anggota keluarga?

24.14. Perasaan dan persepsi menyangkut pelayanan perawatan kesehatan: Apa perasaan keluarga terhadap jenis-jenis pelayanan perawatan kesehatan bagi keluarga yang tersedia dalam komunitas? Apa perasaan dan persepsi dari kelu­arga yang berkenaan dengan pela­yanan perawatan yang diterima dari pemberi pelayanan kesehatan? Apakah keluarga memiliki pengalaman masa lalu dengan pelayao perawatan kesehatan yang keluarga terima? Apakah keluarga merasa puas, nya-man, percaya dengan perawatan yang diterimanya dari pemberi pelayanan kesehatan. Apakah keluarga memiliki pengala-man msa lalu dengan pelayanan ke-perawatan kesehatan? Apa sikap dan harapan keluarga terhadap penut perawat?

24.15. Pelayanan kesehatan darurat:
Apakah lembaga atau dokter yang memberikan pelayanan perawatan memiliki pelayanan darurat? Apakah pelayanan-pelayanan medis dari pemberi pelayanan kesehatan saat ini tersedia, jika terjadi keadaan darurat? Jika tidak ada pelayanan darurat, apakah keluarga tabu di mana pelayanan darurat terdekat (menurut syarat-syaratnya) baik untuk anak-anak mau­pun anggota keluarga yang dewasa? Apakah keluarga tabu bagaimana memanggil ambulans dan perawatan paramedis? Apakah keluarga memiliki suatu perencanaan kesehatan darurat?

24.16. Sumberpembiyaan:
Bagaimana keluarga akan membayar pelayanan-pelayanan yang ia terima atau mungkin ia terima? Apakah keluarga memiliki asuransi swasta, perawatan medis (Medicare) atau bantuan medis (Medicaid); haruskah keluarga membayar penuh atau sebagian. Apakah keluarga mendapat pelayanan gratis (atau mengetahui pelayanan gratis bagi mereka)? Apakah efek dari biaya perawatan kesehatan terhadap pemakaian pela­yanan kesehatan oleh keluarga? Jika keluarga memiliki asuransi kese­hatan (swasta, perawatan medis, dan/ atau bantuan medis, apakah keluarga diberitahu tentang pelayanan-pelayanan yang dijamin oleh asuransi seperti pelayanan-pelayanan preventif, peralatan medis tertentu, kunjungan rumah, dll.?

24.17. Logistik untuk mendapat perawatan: Berapa jauh fasilitas perawatan dari rumah keluarga? Alat transportasi apa yang keluarga gunakan untuk mencapai fasilitas perawatan? Jika keluarga harus menggunakan angkutan umum, masalah-masalah apa yang timbul dalam hubungannya dengan jam pelayanan dan lamanya perajalanan ke fasilitas pelayanan kesehatan?

KOPING KELUARGA
25. Stresor-stresor (baik jangka pendek mau-pun jangka panjang dan yang berhubungan dengan sosioekonomi dan lingkungan) yang dialami oleh keluarga? Apakah Anda bisa memastikan lamanya dan kekuatan dari stresor-stresor yang dialami oleh keluarga? Apakah keluarga dapat mengatasi stresor biasa dan ketegangan sehari-hari?

26. Apakah keluarga mampu bertindak ber-dasarkan penilaian yang objektif dan realistis terhadap situasi yang penuh dengan stres?

27. Bagaimana keluarga berreaksi terhadap situasi yang penuh dengan stres (strategi-strategi koping apa yang dibuat)? Strategi koping apa yang digunakan oleh ke­luarga untuk menghadapi tipe-tipe masalah? Apakah anggota keluarga berbeda dalam cara-cara koping terhadap masalah-masalah mereka sekarang? Jika demikian, bagaimana? Apa strategi-strategi koping internal kelu­arga? Kelompok kepercayaan keluarga. Penggunan humor. Pengungkapan perasaan, pikiran, dan aktivitas (mempertahankan kedekatan). Pengontrolan terhadap makna dari masalah/pembuatan kerangka ulang. Pemecahan masalah bersama. Fleksibilitas peran. Normalisasi. Apa strategi-strategi koping eksternal dari keluarga? Mencari informasi. Memeliharahubungan dengan komunitas (keterlibatan eksternal umum). Informal dan formal. Mencari dukungan sosial (formal dan in­formal).
Mencari dukungan spiritual.

28. Dalam bidang-bidang atau situasi-situasi masalah apa keluarga dalam menghadapi waktu penguasaan yang dicapai?

29. Strategi-strategi adaptif disfungsional apa yang keluarga telah gunakan atau sedang di­gunakan? Jika ada tanda-tanda dari salah satu disfungsionalitas, catat keberadaannya dan betapa digunakan secara ekstensif:
• Kekerasan keluarga (pasangan, anak, yang lebih tua, orangtua, atau perlakuan kejam terhadap saudara).
• Perlakuan kejam terhadap anak,

Daftar Pustaka.
Bailon Maglaya. 1978. Perawatan Kesehatan Keluarga Suatu Proses. Terjemahan Pusdiknakes. Jakarta.

Friedman. 1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. Edisi 3. Terjemahan Ina Debora R.J dan Drs. Yookim Asy. EGC. Jakarta

Fatma, Mia,dkk. 2007. Panduan Pengalam Belajar Lapangan keperawatan keluarga, Gerontik, Komunitas. EGC. Jakarta

Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Graha Ilmu. Yogyakarta.