Minggu, 22 Februari 2009

GAMBARAN POS GIZI SEBAGAI MEKANISME

GAMBARAN POS GIZI SEBAGAI MEKANISME
MANAJEMEN GIZI BURUK BERBASIS MASYARAKAT
DI KELURAHAN CIPINANG MUARA JATINEGARA
JAKARTA TIMUR


Mia Fatma Ekasari, Santun Setiawati, Paula Krisanty, *

ABSTRACT
A description of pos gizi as a mechanism of malnutrition management which based on community in Cipinang Muara district, Jatinegara, East of Jakarta.

Pos gizi is a new program from Indonesian government in planning of national preventive actions and managing malnutrition in 2005 – 2009 (DepKes, 2005). Purpose of this research was accomplished a description of managing pos gizi as a mechanism of malnutrition maganement which based on community in Cipinang Muara district, Jatinegara, East of Jakarta, which used a qualitative approach. The informants in this research were mothers with malnutrition children under five years (balita) and involved with the pos gizi activities, meanwhile the key informants were chief of community health centre, health providers, volunteer health workers (kader), chief of local community (RW), and coordinator of pos gizi from one NGO, Wahana Visi. Collecting data used the in-depth interview technique, FGD, and observation. The result of this research showed that the reasons why balita suffered malnutrition such as mothers were lazy to give meals and lack of knowledge of high nutrition foods. The process of built a pos gizi were pointing out the area, community’s mobilization, training of community’s speakers, preparing and doing investigations, creating and managing the pos gizi activities, improving the new behavior by visiting the houses, reviewing the pos gizi activities as needed, and spreading out pos gizi programs to the community. The pos gizi activities divided into two phase: 1) managing the pos gizi in ten days, and 2) visiting the houses (2-3 days after pos gizi). The mothers’ perception to the pos gizi activities was an activity to improve the balita’s weight. The involvements of the community in the pos gizi activities were high. The results which can achieved in the pos gizi activities were improving balita’s weight and mothers’ knowledge, changing in mothers’ behavior to cook and give meals to their children, children would like to eat fish and vegetables, finishing their meals and been interacted with others. The supporting factor was the high of community participation. The obstacle factor was the amount of health providers, lack of pos gizi’s kader, no special funds for managing a pos gizi, and lack of knowledge of the advantages of pos gizi by the families.

Key notes: pos gizi, management of malnutrition, Cipinang Muara, community base




PENDAHULUAN
Gizi buruk merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi di dunia. Sekitar 800 juta orang dewasa dan anak-anak mengalami gizi buruk dan kebanyakan gizi buruk terjadi di negara berkembang (ACC/SCN, 1992). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang juga memiliki masalah dengan gizi kurang. Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2005, dari 241.973.879 penduduk Indonesia sebanyak enam persen atau sekitar 14.500.000 orang menderita gizi buruk dan sebagian besar penderita gizi buruk tersebut berusia di bawah lima tahun (balita). Tingginya angka gizi buruk di negara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor. Kurangnya dan tidak tersedianya makanan ataupun terjadinya infeksi yang berulang pada individu, misalnya diare, campak ataupun kecacingan merupakan penyebab tingginya gizi buruk di negara berkembang (Wahlqvist, 1997). Asuhan ibu yang buruk, kelangkaan makanan, dan kondisi keluarga yang tidak mengetahui tentang gizi merupakan penyebab gizi buruk pada balita (Sacharin,R, 1996).

Sejak tahun 1998, berbagai upaya penanggulangan balita gizi buruk mulai ditingkatkan dengan penjaringan kasus, rujukan, dan perawatan gratis di Puskesmas maupun Rumah Sakit, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) serta upaya-upaya lain yang bersifat rescue. Bantuan pangan seperti beras gakin diberikan kepada keluarga miskin oleh sektor lain untuk menghindari masyarakat dari ancaman kelaparan. Namun, semua upaya tersebut nampaknya belum juga dapat mengatasi masalah dan meningkatkan kembali status gizi masyarakat, khususnya pada balita. Balita gizi buruk dan gizi kurang yang mendapat bantuan dapat disembuhkan, tetapi kasus-kasus baru yang muncul terkadang malah lebih banyak, sehingga terkesan penanggulangan yang dilakukan tidak banyak artinya, sebab angka balita gizi buruk belum dapat ditekan secara bermakna (Dinkes Purworejo, 2005)

Untuk menindaklanjuti upaya penanggulangan gizi buruk, pemerintah mencanangkan tujuh pokok kegiatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan gizi buruk tahun 2005-2009. Pokok-pokok kegiatan tersebut adalah revitalisasi Posyandu, revitalisasi Puskesmas, intervensi gizi dan kesehatan, promosi keluarga sadar gizi, pemberdayaan keluarga, advokasi dan pendampingan, serta revitalisasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi. Salah satu bentuk kegiatan pemulihan gizi pada masyarakat khususnya balita dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat adalah pos gizi (DepKes, 2005).

Pos Gizi ( Pos pemulihan Gizi berbasis masyarakat) adalah salah satu upaya pemberdayaan keluarga untuk menanggulangi masalah gizi pada masyarakat yang berbasis masyarakat dimana dalam pelaksanaannya dari, oleh dan untuk masyarakat(Dep.Kes, 2005). Pos gizi merupakan suatu bentuk kegiatan pemberdayaan keluarga yang bertujuan meningkatkan kemampuan keluarga untuk mengetahui potensi ekonomi keluarga dan mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggota keluarga. Target yang ingin dicapai pemerintah pada tahun 2009 yaitu terbentuknya 70.000 Pos Gizi di seluruh Indonesia.
Sulitnya mendapatkan informasi dan kurangnya petunjuk/pedoman yang berkaitan dengan proses pembentukan dan pelaksanaan Pos gizi menyebabkan sulitnya pelaksanaan pos gizi. Gambaran pelaksanaan Pos Gizi belum disusun sebagai suatu pedoman, sehingga petugas Puskesmas lainnya ataupun masyarakat mengalami kesulitan untuk membentuk dan menyelenggarakan Pos Gizi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya gambaran Pos Gizi sebagai mekanisme manajemen gizi buruk yang berbasis masyarakat di Kelurahan Cipinang Cempedak Jatinegara Jakarta Timur.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Semula, Penelitian ini akan dilaksanakan di RW 04 Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur, tetapi karena di wilayah tersebut Pos Gizi sudah tidak berjalan lagi, kami melaksanakan penelitian di wilayah RW 13 Cipinang Muara Jatinegara Jakarta Timur sesuai masukan dan saran dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara dan LSM Wahana Visi. Pos Gizi di wilayah RW 13 Cipinang Muara merupakan salah satu dari dua Pos Gizi yang menjadi model atau percontohan yang selama ini dibina oleh LSM Wahana Visi. Penelitian ini dilaksanakan dari April sampai September 2007

Sampel dan Sumber Informasi
Informan dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak balita dengan gizi buruk yang mengikuti kegiatan pos gizi. Informan kunci adalah kepala puskesmas, petugas kesehatan, kader pos gizi, ketua RW, dan koordinator pos gizi dari LSM Wahana Visi. Koordinator pelaksana pos gizi dari LSM Wahana Visi juga dijadikan sebagai informan kunci oleh peneliti karena program pos gizi yang selama ini dilaksanakan oleh masyarakat dibawah binaan Puskesmas dan LSM Wahana Visi.

Jumlah Informan
Diskusi kelompok terarah (FGD) dilakukan pada seluruh ibu yang mengikuti program pos gizi yaitu empat orang. Rencananya FGD ini akan dilakukan kepada 10 orang ibu yang mengikuti Pos Gizi dalam satu periode, tetapi karena pada periode tersebut yang mengikuti Pos Gizi hanya empat orang ibu balita dengan Gizi kurang, maka FGD ini hanya dilakukan kepada empat orang ibu .

Wawancara mendalam dilakukan pada kepala puskesmas dan dua petugas kesehatan Kepala Puskesmas yang menjadi informan kunci adalah kepala Puskesmas Kelurahan Cipinang Muara, sedangkan petugas kesehatan yang direncanakan tiga orang, dalam pelaksanaannya hanya dilakukan kepada dua orang petugas kesehatan yang langsung bertugas di bagian gizi. Satu orang dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara dan satu orang lagi dari Puskesmas Kelurahan Cipinang Muara. Wawancara mendalam juga dilakukan pada ketua RW dan 2 kader pos gizi yang selama penelitian ini dilakukan, tampak aktif dalam kegiatan pos gizi. Wawancara mendalam juga dilakukan pada koordinator pelaksana program pos gizi dari LSM Wahana Visi yang selama ini membina Pos Gizi di wilayah Jakarta Timur. Observasi kegiatan dilakukan pada saat pelaksanaan Pos Gizi, yaitu tanggal 6 s.d 16 Agustus 2007, dan tanggal 22 Agustus 2007.

Metode Pengumpulan Data
Untuk menghindari terjadi bias dalam penelitian ini maka pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam , FGD, dan observasi.

Data yang dikumpulkan meliputi: Data primer yang terdiri dari: Faktor ,penyebab terjadinya kurang gizi di RW 13 Cipinang Muara, Proses pelaksanaan pos gizi, Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pos gizi , Persepsi ibu yang memiliki anak gizi buruk dan terlibat dalam kegiatan pos gizi terhadap pos gizi, Peran serta masyarakat dan tenaga kesehatan dalam kegiatan pos Gizi, Hasil yang dicapai kegiatan pos Gizi, serta Faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan pos gizi Data sekunder meliputi: Data jumlah balita yang menderita gizi buruk, tenaga kesehatan yang terlibat dalam kegiatan pos gizi, dan kader di RW 13 Kel. Cipinang Muara tidak didapat dari catatan yang ada di Puskesmas Cipinang Muara ataupun dari Puskesmas Kecamatan Jatinegara, tetapi peneliti dapatkan secara langsung pada saat wawancara kepada kader, ketua RW 13 Cipinang Muara, dan koordinator pelaksana pos gizi dari LSM wahana Visi. Menurut petugas kesehatan data tentang jumlah balita yang menderita gizi buruk tidak dapat dipublikasikan kepada umum.



Pengolahan dan Analisis Data

Di lapangan dilakukan triangulasi data dan sumber untuk mengetahui kebenaran dan mencocokkan informasi yang diperoleh. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Triangulasi dilakukan dengan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya dengan tujuan mengecek kembali derajat kepercayaan data (validasi). Pemanfaatan pengamat lainnya bertujuan untuk mengetahui kesesuaian data dengan kenyataan di lapangan. Triangulasi sumber yaitu membandingkan, mencocokkan, dan mengecek derajat kepercayaan infromasi yang diperoleh dengan cara membandingkan hasil wawancara informan kunci dan informan (Hungler & Polit, 1999). Selanjutnya data tersebut disusun sebelum dilakukan analisis isi sedangkan data sekunder digunakan sebagai informasi tambahan untuk mendukung data primer.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Informan
Informan adalah ibu yang memiliki balita gizi buruk. Jumlah informan adalah empat orang. Semua informan adalah perempuan yang berusia antara 25-30 tahun. Semua informan tinggal di wilayah RW 13 Cipinang Muara Jatinegara Jakarta Timur lebih dari lima tahun. Penghasilan rata-rata keluarga semua informan Rp 10.000,-/hari dengan mata pencarian sebagai buruh. Sebagian kecil informan bekerja sebagai kuli cuci. Semua informan menikah dan pernikahan yang pertama kali. Sebagian besar informan memiliki dua anak, dan anak keduanyalah yang menderita gizi buruk dan mengikuti kegiatan pos gizi. Hampir semua informan memiliki pendidikan tamat SMP.

Karakteristik Informan Kunci
Semua informan kunci adalah wanita yang berusia antara 45–57 tahun. Sebagian besar informan kunci memiliki pendidikan minimal D-III kesehatan. Hampir semua informan kunci pernah mengikuti pelatihan tentang pelaksanaan pos gizi. Sebagian besar informan kunci pernah terlibat langsung dalam kegiatan pos gizi. Sebagian besar informan kunci adalah petugas kesehatan yang membina wilayah RW 13 Cipinang Muara. Sebagian besar informan kunci adalah masyarakat yang tinggal di wilayah RW 13.

Karakteristik balita yang menderita gizi buruk yang mengikuti Pos gizi.
Jumlah balita di wilayah RW 13 Cipinang Muara + 300 balita (Wahana Visi, 2007). Jumlah Balita yang menderita gizi buruk di wilayah RW 13 Cipinang Muara + 10 orang (Kader RW 13 Cipinang Muara, 2007)). Semua balita yang mengikuti pos gizi berusia < 2 tahun. Sebagian kecil balita bukan anak kedua. Sebagian balita berat badannya di bawah garis kuning dan sebagian lagi di bawah garis merah. Hampir semua balita tampak lesu, kurang tertarik pada mainan dan tampak pendiam atau bingung.


Penyebab Tingginya Gizi Buruk
Hampir semua informan mengatakan anaknya mengalami gizi buruk karena perilaku anak itu sendiri, antara lain karena anak tidak mau makan, susah walau sudah disuapin, suka dilepehkan makanan yang dimasukkan mulutnya, dan anak suka jajan ciki ataupun es.

Anaknya susah banget kalau di suruh makan, padahal sudah disuapin, tapi dia juga tidak mau ( Ibu S, 30 tahun)

Akbar senangnya jajan, kalau tidak di kasih jajan nangis terus..., dia sukanya ciki dan es, tapi kalau disuapin makan susah banget ( Ibu A, 28 tahun)

Hal ini berbeda dengan pendapat informan kunci. Semua informan kunci mengatakan bahwa penyebab gizi buruk pada balita karena perilaku ibunya sendiri, antara lain ibu malas nyuapin anaknya dan ibu tidak tahu makanan yang bergizi untuk anaknya.

Ibunya tidak tahu makanan yang baik dan bergizi untuk anaknya, biasanya anak-anak tidak penah dikasih sayur dengan alasan tidak suka dan cukup nasi, kecap dan lauk ( Ibu I,PKM Kec. Jatinegara)

Ibunya malas nyuapin anaknya, kalau sudah tidak mau makan, tidak dibujuk lagi ataupun dicari penyebabnya (Ibu N, PKM Kel.Cipinang Muara)
Pendapat informan kunci ini sesuai dengan pendapat Ngastiyah (1997) bahwa penyebab gizi buruk pada anak adalah kurangnya pengetahuan tentang makanan sehat. Penyebab kekurangan gizi pada anak di dalam rumah tangga terutama adalah perilaku atau kebiasaan ibu yang tidak baik dalam memenuhi kebutuhan gizi anak ( Positive Deviance, 2003).

Proses Pelaksanaan Pos Gizi
Hampir semua informan kunci mengatakan bahwa proses pelaksanaan pos gizi ada beberapa langkah yang meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada tahap persiapan dilakukan kegiatan pelatihan kepada petugas kesehatan, melakukan koordinasi dengan pemerintahan dan masyarakat setempat, menentukan wilayah yang akan dibentuk pos gizi (wilayah yang dipilih adalah wilayah yang memiliki balita gizi buruk min 30% dari seluruh balita yang ada di wilayah tersebut), melakukan FGD dan wawancara kepada keluarga yang memiliki penyimpangan positif ( keluarga yang dipilih adalah keluarga yang berasal dari keluarga kurang mampu yang memiliki anak balita sehat atau BB pada KMS digaris hijau yang usianya > 8 bulan, bukan anak pertama, tidak lahir dengan BBLR, serta kakak dari balita tersebut juga sehat), pelatihan kader, sosialisasi kepada ibu balita gizi buruk, dan merancang kegiatan pos gizi. Tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan kegiatan pos gizi. Sebagai tahap akhir adalah mengulangi kegiatan pos gizi sesuai kebutuhan.

”Pos gizi dibentuk atas arahan dan bimbingan dari LSM Wahana Visi. Sebelumnya para kader dilatih, termasuk petugas kesehatan dari Puskesmas. Lalu bersama kader, Lurah, RW, RT dan tokoh masyarakat dikumpulkan dana dan bahan makanan yang diperlukan untuk pelaksanaan Pos gizi. RT juga membantu untuk mengumpulkan orang-orang atau keluarga yang memiliki balita yang berat badannya di KMS pada garis kuning ataupun BGM. Masyarakat yang langsung memilih ketua Pos Giz ” (Ibu N, PKM Kel.Cipinang Muara)

“ Selama ini pos gizi juga dikenalkan oleh LSM Wahana Visi. Kita petugas kesehatan pada dilatih dulu, terus dilanjutkan pelatihan kader-kadernya ” ( Ibu I,PKM Kec. Jatinegara)

Jenis kegiatan pos gizi
Semua informan mengatakan pos gizi dilaksanakan selama 10 hari. Mulai dari jam 09.00 sampai jam 11.00 WIB. Tempat pelaksanaan kegiatan di kantor RW. Anak-anak ditimbang pada hari pertama kali datang dan hari terakhir pelaksanaan pos gizi. Setiap kali datang, ibu diminta mengisi absen dengan menggunakan gambar- gambar yang ditempel di karton. Biasanya gambar dan warna dipilih yang disukai anak-anak. Setelah itu anak distimulus dengan aneka macam mainan, sementara sebagian ibu menjaga balita dan sebagian lagi memasak. Bahan makanan yang dimasak adalah bahan makanan yang dibawa oleh ibu balita yang mengikuti pos gizi. Makanan yang dimasak pertamakali adalah makanan cemilan, setelah itu makanan pokok yang terdiri dari nasi, sayur, dan lauk. Makanan cemilan seperti tahu atau tempe goreng diberikan saat anak sedang bermain sambil menunggu makanan matang. Sebelum makan anak-anak cuci tangan dengan menggunakan sabun di air yang mengalir sambil bernyanyi . Kalau makanan matang, ibu diminta menyuapin anaknya secara aktif. Contoh menu makanan yang diberikan 1) nasi, sayur bening, lele goreng, buah pepaya, 2) nasi, sayur sop, telur dadar, pisang, 3) nasi, sayur lodeh, ikan goreng, pisang. Sebelum dan sesudah makan anak-anak diajari untuk berdoa. Sambil menyuapi anaknya, kader memberikan pesan kesehatan kepada ibu balita. Pesan kesehatan yang diberikan antara lain piramida makanan, jajanan sehat, KMS, cacingan, imunisasi dan ASI ekslusif. Pesan kesehatan tersebut diberikan secara bergantian setiap hari. Setelah selesai menyuapi anaknya dan mendengarkan pesan kesehatan, ibu balita bersama-sama membagi tugas untuk pelaksanaan kegiatan pos gizi besok hari. Tugas tersebut antara lain pembagian tugas memasak, menjaga anak, serta pembagian bahan makanan yang harus dibawa besok hari untuk di masak pada kegiatan pos gizi.

Dua hari setelah kegiatan pos gizi, kader melakukan kunjungan rumah kepada ibu balita peserta pos gizi. Kegiatan kunjungan rumah dilakukan untuk melihat perilaku ibu dalam memberikan makanan, baik menu, pengolahan, cara pemberian makan, jumlah makanan yang dimakan serta frekuensi pemberian makan pada anak. Pada kegiatan kunjungan kader juga menanyakan kondisi kesehatan anak dan permasalahan yang dihadapi ibu dalam pemberian makan pada anak. Kader juga memberikan nasehat/pesan kesehatan sesuai dengan permasalahan. Kunjungan rumah dapat dilakukan pada waktu-waktu makan balita baik pagi, siang atau sore hari. Kunjungan rumah dilakukan dua kali selama satu minggu untuk setiap balita.

Dalam pelaksanaan Posyandu pada bulan berikutnya kader mengevaluasi kembali hasil pelaksanaan pos gizi kepada balita yang telah mengikuti pos gizi dengan melihat berat badan balita pada KMS saat penimbangan di Posyandu. Jika berat badan balita mengalami kenaikan, maka balita tersebut dianggap lulus dalam mengkuti pos gizi, jika tidak balita dan ibu diberi kesempatan untuk mengulang satu kali.

Hal ini sesuai dengan proses pelaksanaan pos gizi yang dikemukakan oleh Wahana Visi (2007) bahwa kegiatan pos gizi ada dua tahap yaitu 1) pelaksanaan pos gizi selama 10 hari yang meliputi konstribusi makanan, penimbangan berat badan hari 1 dan hari 10, memasak, permainan, mencuci tangan dengan sabun, pemberian cemilan, pesan kesehatan, menyuapi secara aktif , dan pembagian tugas untuk esok hari, 2) kunjungan rumah (2-3 hari setelah pos gizi) dilakukan kepada seluruh peserta pos gizi sebanyak 2 X kunjungan. Kunjungan rumah merupakan salah satu evaluasi hasil pelaksanaan pos gizi, yaitu kader dapat melihat langsung apakah ada perubahan perilaku ibu dalam memberikan makan anak setelah mengikuti pos gizi.

Semua kegiatan di pos gizi ini dilakukan langsung oleh kader dan ibu balita dimana tempat kegiatan dan bahan-bahan makanan yang akan dimasak juga dipersiapkan sendiri oleh ibu balita secara bersama-sama. Inilah yang menggambarkan bahwa pos gizi dilaksanakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang memberdayakan keluarga secara langsung sesuai dengan gambaran pos gizi yang dikemukakan oleh DepKes (2005).

Persepsi ibu terhadap pos gizi
Semua informan mengatakan bahwa pos gizi bertujuan untuk meningkatkan berat badan balita yang menderita gizi buruk.

“Pos Gizi tempat untuk membantu anak agar naik berat badannya” ( Ibu A, 28 tahun)

“Pos Gizi itu kegiatan yang tujuannya supaya anak-anak yang berat badannya kurang jadi pada naik. Anak-anak yang susah makannya dilatih supaya mau makan” ( Ibu S, 30 tahun)

Peran serta masyarakat dan tenaga kesehatan
Semua informan mengatakan bahwa peran serta masyarakat sangat tinggi dalam mendukung kegiatan pos gizi. Pelaksanaan pos gizi juga didukung oleh LSM Wahana Visi dan pihak puskesmas.

“ Kami saling mendorong dan bekerjasama dalam kegiatan ini. Saya minta agar tiap RT melaporkan jika di wilayah RT nya ada balita yang BB nya kurang, selanjutnya RT mendorong keluarga untuk membawa balita tersebut ke Pos Gizi. Kader juga sudah ada di tiap RT. Bahan makanan kami dapat bantuan dari Puskesmas dan juga LSM Wahana Visi (Ibu L, 57 tahun)

”Saya datang saat seleksi balita yang akan ikut Pos Gizi. Saya membantu memeriksa kesehatan balita, menimbang dan mengukur tinggi badan bersama kader dan juga petugas dari LSM Wahana Visi. Puskesmas sendiri memberikan bantuan sebesarRp 200.000,- tapi tidak dalam bentuk uang, melainkan dalam bentuk beras, susu, ataupun kacang hijau. Dana itu disisihkan dari dana JPKM yang ada di Puskesmas.” (Ibu N, PKM Kelurahan Cipinang Muara)

”Untuk mainan, buku-buku, alat tulis, lemari, timbangan, format-format, susu, biskuit, kami dapat dari LSM Wahana Visi. Dari Puskesmas kami juga dapat bantuan beras, susu. Yang lainnya kami dapat dari hasil bantuan warga aja. Kami juga punya uang kencleng yang kami dapat saat kegiatan Posyandu. Jumlahnya tidak banyak tapi cukup” (Ibu R, 56 tahun)

Hasil kegiatan yang dicapai
Semua informan mengatakan bahwa berat badan balitanya mengami kenaikan setelah mengikuti pos gizi antara 100-400 gram. Semua informan mengatakan anaknya jadi mau makan sayur dan ikan, serta kalau makan selalu habis. Semua informan mengatakan setelah mengikuti pos gizi mereka jadi lebih tahu tentang mengolah dan memberikan makanan yang baik dan bergizi untuk anaknya. Sebagian besar informan mengatakan setelah mengikuti pos gizi anaknya jadi lebih berani bermain dengan yang lain, tidak pendiam lagi.

”Aprilia jadi mau makan sayur, ikan dan makannya habis. Pas hari ke 10 kemarin BB nya juga naik 1ons, jadi 7 Kg” (Ibu Ap,26 Th)

” Di Pos Gizi saya diajarin cara memilih bahan makanan, disuruh nyuapin anak sampai makanannya habis. Anak-anak juga dikasih cemilan , diajak bemrain. Jadinya Atikah tidak pemalu lagi. Mau main dengan teman-temannya. ”. (Ibu At,26Th)

Faktor-faktor pendukung dan penghambat
Semua informan mengatakan partisipasi masyarakatnya sangat tinggi dan kerjasamanya sangat baik. Semua informan mengatakan pos gizi mendapat bantuan dari Puskesmas dan juga dari LSM Wahana Visi.

”Teman-teman yang jadi kader mau kerjasama. Ibu RW juga terus-terusan mendorong kami. Walau kami tidak digaji, tapi senang. Dari LSM Wahana Visi, kami dikasih kacang hijau, susu, dan biskuit. ” ( Ibu R,56 tahun)

“Di RW 13 masyarakatnya cukup baik. Semuanya aktif, mulai dari RW,RT, kadernya, dan semua warganya. Mereka mau saling Bantu. Dananya juga dari masyarakat sendiri, tempat pelaksanaannya di kantor RW.” (Ibu N, PKM Kelurahan Cipinang Muara)

Semua informan mengatakan bahwa petugas puskesmas hanya datang pada seleksi awal dan saat penimbangan di Posyandu. Semua informan mengatakan tidak ada dana khusus dalam pelaksanaan pos gizi yang mereka dapat dari pemerintah. Semua informan mengatakan sampai saat ini jumlah kader yang mengikuti pos gizi masih sedikit. Sebagian besar informan mengatakan bahwa salah satu penghambatnya adalah ibu malu membawa balitanya ke pos gizi. Sebagian besar informan menatakan tidak ke pos gizi karena tidak ada yang menemani anaknya yang lain di rumah.

“Paling-paling hanya karena ibu atau keluarganya malu kalau anaknya ikut Pos Gizi. Tetapi ada juga yang tidak mau karena alasan yang ada yang nganter ke Pos Gizi, dirumah tidak ada orang.. ” ( Ibu R,56 tahun)

” Saya juga baru terlibat di pos gizi ini, hanya empat orang kader yang pernah ikut pelatihan.” (Ibu E,49 tahun)

”Penghambatnya karena kami tidak punya dana khusus untuk pelaksanaan Pos Gizi. Selain itu tenaganya tidak ada yang bisa terjun langsung setiap hari dalam pelaksanaan Pos Gizi. Ibu-ibunya banyak yang malu kalau anaknya dikatakan gizi kurang, jadi mereka susah untuk diajak ikut kegiatan Pos Gizi” (Ibu N, PKM Kelurahan Cipinang Muara)

KESIMPULAN
1. Penyebab balita menderita gizi buruk di wilayah RW 13 Cipinang Muara adalah karena perilaku ibunya sendiri, antara lain ibu malas nyuapin anaknya dan ibu tidak tahu makanan yang bergizi untuk anaknya.
2. Proses pembetukan pos gizi yaitu menentukan wilayah yang akan dibentuk pos gizi, memobilisasi masyarakat serta melatih nara sumber masyarakat, mempersiapkan penyelidikan, melakukan penyelidikan, merancang kegiatan pos gizi, melaksanakan kegiatan pos gizi bagi anak-anak yang mengalami kekurangan gizi serta pengasuh mereka, mendukung perilaku baru melalui kunjungan rumah, mengulangi kegiatan pos gizi sesuai kebutuhan, dan memperluas program PD dan pos gizi pada masyarakat
3. Kegiatan pos gizi ada dua tahap yaitu 1) pelaksanaan pos gizi selama 10 hari yang meliputi konstribusi makanan, penimbangan berat badan hari 1 dan hari 10, memasak, permainan, mencuci tangan dengan sabun, pemberian cemilan, pesan kesehatan, menyuapi secara aktif , dan pembagian tugas untuk esok hari, 2) kunjungan rumah (2-3 hari setelah pos gizi) dilakukan kepada seluruh peserta pos gizi sebanyak 2 X kunjungan. Kunjungan rumah merupakan salah satu evaluasi hasil pelaksanaan pos gizi, yaitu kader dapat melihat langsung apakah ada perubahan perilaku ibu dalam memberikan makan anak setelah mengikuti pos gizi.
4. Persepsi ibu terhadap kegiatan pos gizi bahwa pos gizi adalah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan berat badan balita yang menderita gizi buruk.
5. Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pos gizi sangat tinggi antara lain memotivasi keluarga yang memiliki balita gizi buruk agar mau mengikuti pos gizi, membantu menyiapkan bahan makanan yang akan di masak secara bersama-sama, menyiapkan tempat dan alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan pos gizi.
6. Hasil-hasil kegiatan yang dapat dicapai dalam kegiatan pos gizi adalah BB balita mangalami kenaikan, tingkat pengetahuan ibu meningkat terutama mengenai kesehatan pada balita, perilaku ibu berubah menjadi lebih baik dan kreatif dalam mengolah makanan dan memberi makan yang bergizi pada anak, anak jadi mau makan sayur dan ikan , anak selalu menghabiskan makanannya setiap kali makan dan anak mau berinteraksi dengan yang lainnya.
7. Faktor pendukung dalam pelaksanaan pos gizi adalah partisipasi masyarakat yang sangat tinggi selain adanya bantuan dari puskesmas dan LSM Wahana Visi. Faktor penghambatnya adalah jumlah tenaga kesehatan sedikit, jumlah kader pos gizi sedikit, tidak ada dana khusus untuk pelaksanaan pos gizi dari puskesmas ataupun kelurahan, keluarga masih ada yang belum memahami tentang manfaat pos gizi.


SARAN
Bagi Pimpinan Puskesmas Cipinang Muara
1. Puskesmas diharapkan mau memberikan informasi yang jelas dan terbuka mengenai jumlah balita yang menderita gizi buruk di wilayahnya, sehingga memudahkan pihak lain untuk dapat membantu mengatasi permasalahan gizi buruk pada balita tersebut.
2. Gambaran pelaksanaan pos gizi yang telah dilakukan oleh RW 13 Cipinang Muara dapat dijadikan sebagai suatu pedoman dalam melaksanakan pos gizi di wilayah binaan puskesmas lainnya. Hal ini dikarenakan hasil pelaksanaan pos gizi bukan hanya meningkatkan berat badan balita, tetapi juga merubah perilaku ibu serta meningkatkan pengetahuan ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi balitanya.
3. Pos gizi yang telah dilakukan agar dapat terus dilaksanakan dengan pembinaan langsung oleh pihak Puskesmas, dimana keterlibatan Puskesmas lebih ditingkatkan lagi, tidak hanya dalam proses seleksi awal dan pada akhir pelaksanaan, tetapi perlu juga pemantauan dan pembinaan langsung pada saat kegiatan pos gizi dilaksanakan.
4. Puskesmas perlu memperluas jejaring kerja dan mitra pelaksanaan program lebih luas lagi terutama dalam upaya mengatasi gizi buruk balita, khususnya pada pelaksanaan pos gizi. Hal ini dilakukan karena masalah gizi buruk bukan masalah yang mudah untuk diatasi, perlu keterlibatan banyak pihak dalam menyelesaikannya.
5. Mengingat peran serta masyarakat yang diperlukan dalam pelaksanaan pos gizi ini sangat tinggi, maka Puskesmas harus lebih memperluas informasi tentang pelaksanaan pos gizi ini kepada masyarakat misalnya melalui program pelatihan kader pos gizi secara berkala dan terus menerus.

Bagi perawat
Perawat Puskesmas diharapkan mau berperan serta aktif dalam upaya mengatasi gizi buruk pada balita di keluarga dengan selalu mengembangkan potensi yang ada di dalam keluarga sehingga keluarga mampu mengatasi masalah kesehatannya secara mandiri.

Bagi peneliti lain
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efektifitas pelaksanaan pos gizi dibandingkan dengan pemberian makanan tambahan yang dilakukan di Posyandu dalam mengatasi masalah gizi buruk pada balita.

DAFTAR PUSTAKA


ACC/SCN (1992), Highlights of the World Nutrition, SCN News 8: 1-3

Dep.Kes. RI.(2005). Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi
Buruk 2005-2009. Jakarta : Dep.Kes RI

Hungler, B.P. & Poltit, D.E. (1999). Nursing research: principles and methods.
(Sixth Edition). Philadelphia: J.B. Lippincott Company.

Kompas (2006), 14 juta lebih penduduk Indonesia menderita gizi buruk www.kompas.com.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Oxfam News (2005), Food Crisis In Timor Leste. www.oxfam.org.au

Penanggulangan gizi buruk (2005). www.dinkespurworejo.go.id

Positive Deviance (2003) www.positive deviance.org

Poskota (2006). Di Jakarta Ribuan Balita menderita gizi buruk. www.poskota.co.id

Sacharin R. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC

Sudinkesmas Jakarta Timur,(2005). Laporan tahunan program perbaikan gizi
masyarakat Puskesmas Kecamatan Jatinegara tahun 2005. Tidak dipublikasikan.

Wahlqvist (1997), Food and Nutrition Australia, Asia and the Pacific, St. Leonard, Allen & Unwin

Wong DL (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta:EGC








1 komentar: